Liputan6.com, Jakarta - Presiden terpilih Joko Widodo (Jokowi) telah mengumumkan struktur menteri yang mengisi kabinet pemerintahannya yang terdiri dari 18 profesional dan 16 profesional namun berasal dari partai. Arsitektur kabinet ini dianggap kurang pas jika hanya diisi oleh orang-orang berkompeten tanpa keahlian berpolitik.
Pengamat Geopolitik Ekonomi Global Future Institute, Hendrajit mengungkapkan, selain orang-orang profesional, kriteria lain untuk sosok menteri di kabinet Jokowi yakni memiliki integritas dan penguasaan politik strategis.
Menurut dia, integritas diperlukan seorang menteri. Artinya tetap teguh dengan segala risiko dan memiliki jiwa nasionalisme tinggi. Sedangkan kriteria penguasaan politik strategis dapat melengkapi kompetensi di bidangnya.
"Kalau cuma orang profesional, maka kabinet Jokowi isinya tukang semua, tukang ledeng, pertanian, dan lainnya," terang Hendrajit dalam Diskusi Publik Migas Untuk Rakyat di Jakarta, Minggu (21/9/2014).
Penguasaan politik strategis selama ini sangat kurang dimiliki seorang Menteri atau Wakil Menteri yang berasal dari kalangan profesional.
Sebagai contoh, dirinya menyebut, kegagalan PT Pertamina (Persero) membangun kilang minyak mentah bekerja sama dengan Quwait Petroleum. Rencana ini sebenarnya sudah dicetus pada era Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Namun kerja sama itu akhirnya batal hanya karena pemerintah menolak permintaan insentif pajak tax holiday selama 10 tahun. Sedangkan dalam Undang-undang (UU) hanya memperbolehkan 5 tahun.
"Padahal tax holiday adalah cara yang fair, tapi justru ditolak. Itu karena Menteri Keuangan atau Wakil Menteri Keuangannya kurang punya penguasaan politik strategis. Kalau cuma mengandalkan profesional, bisa seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Meneral (ESDM) Jero Wacik yang tahu migas tapi tidak punya penguasaan politik akhirnya bisa dimanfaatkan," tegas Hendrajit. (Fik/Gdn)
Didominasi Profesional, Kabinet Jokowi Cuma Jadi Tukang
Selain profesional, kriteria lain untuk sosok menteri di kabinet Jokowi yakni memiliki integritas dan penguasaan politik strategis.
Advertisement