Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah di bawah kepemimpinan Joko Widodo dan Jusuf Kalla ditargetkan untuk mendapatkan pendapatan sebesar Rp 326,96 triliun dari penerimaan minyak dan gas. Hal tersebut telah tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja dan Negara (RAPBN) 2015.
Seperti yang dikutip dalam situs Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) di Jakarta, Rabu (23/9/2014).
Penerimaan migas dalam RAPBN 2015 ditargetkan sebesar US$ 326,96 triliun, lebih tinggi Rp 23,25 triliun dari rencana semula.
Target penerimaan tersebut meningkat karena sejalan dengan target produksi minyak yang naik menjadi 900 ribu barel per hari dari semula 845 ribu barel per hari.
Dengan adanya peningkatan produksi peningkatan target lifting dari 845 ribu barel per hari menjadi 900 ribu barel per hari, Pemerintah mengajukan kenaikan cost recovery menjadi US$ 17,8 miliar. Namun usulan ini ditolak setelah melalui diskusi yang cukup alot dan akhirnya disetujui sebesar US$ 16 miliar.
Cost recovery adalah biaya operasi yang dikeluarkan terlebih dahulu oleh kontraktor untuk melaksanakan eksplorasi, eksploitasi, pemroduksian minyak dan dan gas bumi (petroleum operation) pada suatu wilayah kerja.
Terhadap pembiayaan tersebut, maka kontraktor berhak untuk mendapatkan kembali biaya operasi yang telah dikeluarkan (cost recovery) pada suatu wilayah kerja yang bersangkutan setelah berproduksi secara komersial.
Biaya operasi yang telah dikeluarkan oleh kontraktor tersebut, akan dikembalikan dari hasil produksi migas dari suatu wilayah kerja bersangkutan dalam bentuk hasil produksi (volume minyak dan gas). (Pew/Nrm)