Sukses

Awal Pekan, Rupiah Masih Bertengger di Level 12 Ribu per Dolar AS

Nilai tukar rupiah masih belum mampu menguat dan tetap bertengger di kisaran 12 ribu per dolar AS.

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah masih belum mampu menguat dan tetap bertengger di kisaran Rp 12.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Sejumlah sentimen dari Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) terus menekan sejumlah mata uang Asia termasuk rupiah. Padahal sebenarnya, data ekonomi AS tak terlalu baik.

Kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia (BI), Senin (29/9/2014), nilai tukar rupiah terkoreksi 103 poin ke level Rp 12.120 per dolar AS. Pada akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah ditutup melemah di level 12.007 per dolar AS.

Sementara data valuta asing (valas) Bloomberg juga menunjukkan rupiah dibuka melemah di level Rp 12.090 per dolar AS. Nilai tukar rupiah melemah 0,97 persen ke level Rp 12.165 pada perdagangan pukul 10.59 waktu Jakarta.

Hingga menjelang siang, rupiah terus tertekan dan masih bertengger di kisaran Rp 12.033 per dolar AS hingga Rp 12.165 per dolar AS.

Akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah sempat melemah akibat putusan pemilihan kepala daerah (Pilkada) oleh DPR dan tidak lagi dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. Meski begitu, sebenarnya sentimen terbesar yang mempengaruhi rupiah adalah sinyal-sinyal mengenai kebijakan The Fed.

Saat The Fed benar-benar menaikkan suku bunganya, aliran dana dalam jumlah besar dari negara berkembang akan kembali ke AS mengingat para investor mulai menyesuaikan portofolio.

"Dua mata uang yang akan mengalai risiko terbesar adalah yang berasal dari negara dengan kepemilikan utang asing dalam jumlah besar seperti ringgit, dan negara dengan defisit transaksi berjalan seperti India dan Indonesia," ungkap analis investasi Phillip Futures, Howie Lee.

Dia melihat rupiah sebagai salah satu mata uang paling berisiko dalam menghadapi berbagai kebijakan The Fed.

The Fed memang dalam beberapa kali kesempatan selalu memberikan sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan. Hal tersebut dilakukan karena mereka melihat bahwa pertumbuhan ekonomi di Negara Paman Sam tersebut sudah mulai menunjukkan perbaikan dan sesuai dengan target-target.

Namun memang, perdebatan di antara para analis terus bergulir mengenai kapan Bank Sentral Amerika Serikat akan menaikkan suku bunga tersebut. Beberapa melihat bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga di awal tahun depan.

Tetapi beberapa lainnya memperkirakan bahwa suku bunga akan naik paling cepat di tengah tahun atau kemungkinan di akhir tahun depan. (Sis/Gdn)