Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mendesak perusahaan batu bara di Indonesia segera menyetor royalti jika ingin mengantongi izin sebagai Eksportir Terdaftar (ET). Pemerintah memberi jatuh tempo pelunasan royalti hingga akhir tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung (CT) mengaku, per 1 Oktober 2014, pemerintah menerapkan aturan ET bagi para pengekspor batu bara.
Untuk memperoleh rekomendasi dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta ET dari Kementerian Perdagangan, perusahaan tambang batu bara wajib membayar royalti kepada negara ini sesuai besaran yang telah disepakati.
"Nggak boleh lagi ada pengekspor batu bara yang masih berutang pada negara karena belum bayar royalti, atau ini itu, tapi boleh ekspor. Sekarang harus lunasi dulu paling lambat akhir tahun. Kalau belum punya uang nggak apa, boleh pakai bank garansi," tegas dia seperti ditulis Kamis (2/10/2014).
Pria yang akrab disapa CT ini mengaku, aturan ini akan berdampak terhadap neraca perdagangan Indonesia dalam jangka pendek. Namun kebijakan tersebut justru akan memberi keuntungan negara ini dalam jangka panjang.
"Kita harus berani, jangan sampai kita mengorbankan jangka panjang untuk jangka pendek. Supaya sustainable karena kalau nggak dipaksa seperti perusahaan minerba yang nggak bangun-bangun smelter," jelas dia.
Dengan aturan ET, Indonesia akan menikmati surplus neraca perdagangan karena pengekspor pasti akan berjuang mengantongi izin ET demi lancarnya aktivitas ekspor batu bara.
"Neraca perdagangan Agustus ini defisit lantaran belum ter-count-nya ekspor minerba kita. Bulan depan ini baru bisa masuk, dan jika sudah diitung, neraca perdagangan bisa positif, seperti ekspor Freeport mencapai US$ 1 miliar dan sampai akhir tahun US$ 2 miliar. Belum lagi Newmont," jelas dia.(Fik/Nrm)
Pengusaha Batu Bara Dilarang Utang Royalti Bila Mau Ekspor
Per 1 Oktober 2014, pemerintah menerapkan aturan ET bagi para pengekspor batu bara.
Advertisement