Liputan6.com, Jakarta - Kondisi energi Indonesia dinilai sudah dalam keadaan darurat. Itu mengacu pada produksi dan pasokan sumber energi seperti minyak yang mulai menipis. Negara ini pun harus mengimpor dari negara lain.
"Kondisi energi kita sudah memasuki taraf darurat energi, saya tidak mengerti apakah ini tidak dipahami oleh pemangku kebijakan negara kita ini atau memang sengaja dipermainkan dengan bahasa politik yang meninabobokan masyarakat," ujar Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinan Hutahaean, Jumat (3/10/2014).
Hal ini, menurut dia, mengacu pada kondisi global di mana produksi minyak dunia hanya sekitar 95 juta barel per hari. Di mana separuhnya harus dikonsumsi negara produsen dan separuhnya sekira 45 juta barel diperjualbelikan, dan 25 juta barel tiap harinya dibeli 5 negara importer terbesar, seperti Amerika Serikat, Cina, Jepang, India. Sedangkan Indonesia diurutan ke-14 untuk mendapatkan pasokan minyak impor.
"Yang paling mengkhawatirkan adalah masih mampukah 5-10 tahun lagi berebut minyak impor di pasar internasional, sementara bangsa kita ini bangsa lemah. Karena, siapa yang kuat secara militer maka dia yang akan mendapatkan pasokan minyak di pasar internsional," tandas dia.
Direktur Global Future Institute (GFI) Hendrajit menilai segala rencana dalam rangka memerangi mafia migas yang akan dilakukan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Joko Widodo belum menunjukan skema yang tepat. Pasalnya segala wacana yang sudah dibuat tidak ada yang menyentuh mafia di level hulu.
"Skema yang dimiliki para mafia itu sangat struktural dan kaderisasi. Mereka meletakkan agen di satu institusi pemerintahan untuk mempengaruhi suatu kebijakan," ucapnya.
Hendrajit menuturkan, kader-kader mafia yang diletakkan ke dalam instansi pemerintahan biasanya berada di level-level yang di bawah seperti di eselon 3 atau eselon 1 bukan tingkat menteri. Akan tetapi, meski kedudukannya di bawah tapi bisa sangat berpengaruh terhadap kebijakan.
Satu lagi nama baru muncul sebagai calon pimpinan PT Pertamina. Dia adalah Widhyawan Prawira Atmaja, yang saat ini masih aktif menjabat sebagai Deputi Pengendalian Komersial SKK Migas.
Widhyawan diprediksi akan bersaing bersama Darwin Silalahi dan Taslim Yunus yang sebelumnya hangat diperbincangkan bakal menempati posisi Direktur Utama (Dirut) Pertamina. (Amd/Nrm)
Baca Juga
Â
Advertisement