Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akhirnya menerbitkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terkait rumah mantan Presiden dan mantan Wakil Presiden (Wapres). Kini, PMK No 189/PMK.06/2014 resmi menggantikan PMK No 168/PMK.06/2014.
Â
Beleid ini mengatur tentang Penyediaan, Standar Kelayakan, dan Perhitungan Nilai Rumah Kediaman Bagi Mantan Presiden dan Mantan Wapres RI. Aturan baru tersebut terdiri dari enam bab dan 14 pasal. Sedangkan PMK sebelumnya 17 pasal dengan jumlah bab sama.Â
Â
Seperti dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan, Senin (6/10/2014), dalam pasal 1 menyebutkan penyediaan rumah kediaman bagi mantan Presiden dan mantan Wapres dilakukan melalui pembangunan rumah baru atau pembelian rumah yang telah ada.Â
Â
Sementara di bab II, pasal 2 mengatur kriteria umum rumah mantan Presiden dan mantan Wapres yang diantaranya menyebut memiliki bentuk, keluasan, dimensi, desain dan tata letak ruang yang dapat mendukung keperluan dan aktivitas mantan Presiden dan mantan Wapres beserta keluarga.Â
Â
Kriteria umum ini disusun tidak menyulitkan dalam penangangan keamanan dan keselamatan mantan Presiden dan mantan Wapres serta keluarga.
Â
Sedangkan luasan tanah 1.500 meter persegi untuk lokasi di Ibu Kota Negara RI dan 2.500 meter persegi di kota selain Jantung Kota NKRI. Luasan bangunan 1.500 meter persegi.
Â
Juklak tersebut juga merinci bangunan rumah mantan Presiden dan Wapres meliputi ruang yang mendukung aktivitas mantan Presiden dan mantan Wapres serta keluarga.
Â
Juga desain tata ruang yang nyaman, spesifikasi bahan bangunan memenuhi syarat teknis kekuatan bangunan, kenyamanan dan keamanan serta standai sesuai kebutuhan. Bangunan ini juga mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Â
Â
Dalam perhitungan nilai dan penganggaran, Menteri Sekretaris Negara mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) untuk melakukan perhitungan nilai pasar tanah terendah pada lokasi perumahan menteri atau pejabat negara di ibu kota Indonesia.
Â
Perhitungan ini termasuk perkiraan perkembangan kenaikan nilai pasar tanah sampai dengan tahun berakhirnya masa jabatan Presiden atau Wapres, paling lambat 3 (tiga) tahun sebelum berakhirnya masa jabatan.
Â
Menkeu menugaskan Direktur Jenderal Kekayaan Negara melakukan survei untuk mendapatkan perkiraan nilai pasar tanah terendah pada lokasi perumahan menteri atau pejabat negara di ibu kota Negara Republik Indonesia;
Â
Di pasal 7, tercantum perhitungan nilai bangunan untuk penganggaran rumah kediaman dilakukan oleh Menteri Sekretaris Negara dengan memperhatikan biaya pembangunan rumah dengan kualitas baik per meter persegi yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
Â
Kemudian pasal selanjutnya, Menteri Sekretaris Negara menyusun pagu indikatif untuk pengadaan rumah kediaman bagi mantan Presiden dan mantan Wapres pada tahun yang direncanakan.
Â
Total nilai tanah, yang diperhitungkan dari nilai pasar tanah dikalikan dengan luas tanah, dan total nilai bangunan yang diperhitungkan dari nilai bangunan dikalikan dengan luas bangunan.Â
Â
Dasar pengalokasian anggaran = total nilai tanah + total nilai bangunan.
Â
Total nilai tanah = (nilai pasar tanah terendah per meter persegi x 1.500 meter persegi).
Â
Total nilai bangunan = (biaya pembangunan rumah kualitas baik per meter persegi x 1.500 meter persegi).
Â
Dalam hal nilai total tanah dan bangunan yang akan diadakan melebihi nilai total tanah dan nilai total bangunan. Kelebihan ini tidak dapat dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (Fik/Nrm)