Liputan6.com, Jakarta - Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) membeberkan beberapa permasalahan yang selama ini mengganjal kelancaran Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) dalam pembangunan proyek infrastruktur. Berbagai persoalan ini perlu solusi sehingga mampu menarik perhatian investor swasta.
Kepala UKP4, Kuntoro Mangkusubroto mengatakan, skema KPS dalam sebuah pembangunan proyek tentu harus menguntungkan si investor lokal. Pasalnya proyek infrastruktur rata-rata bernilai miliaran hingga ratusan triliun rupiah.
"Supaya investor swasta tertarik KPS, dia perlu kejelasan dengan siapa berhubungan. Kalau dengan banyak lembaga, bisa sakit kepala juga," ujar dia saat Konperensi Pers KPS di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (7/10/2014).
Karenanya, sambung Kuntoro, pemerintah membentuk lembaga baru, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) guna mempercepat pembangunan infrastruktur.
"Dengan lembaga ini, antar kementerian/lembaga satu suara sehingga ini menjadi salah satu alat untuk mempercepat semua itu," tutur dia.
Sebagai contoh, lanjutnya, proyek air minum Umbulan Jawa Timur melibatkan banyak Kabupaten, sehingga koordinasi dengan sejumlah Kabupaten termasuk DPRD sangat krusial agar proyek berjalan mulus. "Tapi karena melibatkan DPRD juga jadi lebih rumit," ujar Kuntoro.
Lebih jauh katanya, pengadaan lahan selama ini menjadi penghambat pembangunan infrastruktur, serta pengambilan keputusan, koordinasi dari berbagai macam kementerian/lembaga yang merupakan stakeholder dalam penentu proyek infrastruktur.
"Tapi pemerintah ini agak kurang suka dengan swasta. Pemerintah ingin menguasai sendiri, karena seolah-olah kepemilikan mesti dibagi swasta. Sifat mental ini yang perlu diperbaiki," tutur dia.
Dalam kesempatan yang sama, The Boston Consulting Group, Partner & Managing Director Edwin Utama mengatakan, skema KPS dalam pembangunan infrastruktur dapat berhasil apabila proyek visible dan membutuhkan peran serta pemerintah.
"Di Inggris, skema KPS kadang nggak berhasil. Itu karena pemerintah nggak bisa membuat swasta tertarik dalam kerjasama ini, jadi gagal," tandasnya. (Fik/Nrm)