Liputan6.com, Jakarta - China dinilai berhasil mendorong pertumbuhan ekonominya mencapai 10 persen. Pencapaian tersebut tentunya tidak mudah karena negara ini melakukan berbagai cara, diantaranya menetapkan hukuman berat untuk koruptor.
Pengamat Ekonomi Komisaris Independen Bank Permata Tony Prasetiantono mengatakan ekonomi China mulai tumbuh tinggi 2001, namun hal tersebut tidak instan. China sudah berusaha sejak 1979.
"Jadi kira-kira 22 tahun. Kalau mau seperti China sekarang tergantung kita menanamnya kapan, apakah 2000-an era reformasi, atau SBY 2004, atau sekarang era Jokowi 10 hari lagi," kata Tony dalam Indonesia Kenowledge Forum III 2014, di Jakarta, Jumat (10/10/2014).
Apa yang dilakukan China pertama kali untuk menumbuhkan perekonomiannya adalah dengan menarik modal asing dari negara yang posisinya dekat dengan China, seperti Jepang, Hongkong dan Taiwan.
"Kenapa karena tahun 90-an awal gelombang pertama investasi asing ke China karena ekonomi Kepang jenuh, suku bunga nol persen, inflasi nol persen, upah buruh terlalu tinggi, akibatnya relokasi sangat tinggi. Jepang tidak punya kompetitivnes, hal yang sama di Taiwan dan Hongkong," tuturnya.
Kedua lanjut Tony. China membangun infratruktur besar-besaran. Di antara negara berkembang, anggaran infrastruktur China paling besar mencapai 10 persen produk domestik bruto (GDP).
Ketiga, China mengendalikan penduduk dengan sangat ketat, karena tidak ingin ekonomi terbebani penduduk.
"Demikian ketatnya pemerintah sampai mendenda sutradara film silat terkenal Zaang zimu, didenda karena anaknya tiga, dendanya Rp 1,7 miliar," tutur dia.
Selanjutnya, China melakukan perbaikan birokrasi dalam satu atap. Hal tersebut juga akan dilakukan Presiden terpilih Joko Widodo.
Sedangkan langkah kelima adalah ketegasan hukum terhadap koruptor, China menerapkan hukum mati bagi koruptor.
"Mereka memberantas koruptor habis-habisan, ini belum ada di Indonesia, disini koruptor hukumannya didiskon ini yang belum kelihatan di Indonesia," pungkas dia. (Pew/Nrm)