Liputan6.com, Jakarta - HSBC Indonesia mengkhawatirkan penetapan maksimum suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat memicu keluarnya dana nasabah ke perbankan lain yang justru melanggar kebijakan tersebut.
Senior Vice President and Head Management HSBC Indonesia, Steven Suryana mengungkapkan, pihaknya tengah menganalisa secara lebih detail mengenai kemungkinan shifting (perpindahan) dana deposan dari tempatnya ke perbankan lain.
"Ini kan baru sekitar satu minggu, jadi masih kita analisa lebih detail. Sejauh ini sih normal, dana keluar besar-besaran belum ada," ujar dia kepada wartawan usai HSBC Wealth & Beyond Perconal Economy Forum 2014 di Jakarta, Senin (13/10/2014).
Kata dia, HSBC Indonesia telah memberlakukan kebijakan penetapan suku bunga maksimum dari OJK sejak 1 Oktober 2014.
Menurut Steven, OJK melakukan komunikasi soal kebijakan tersebut kepada pihaknya pada 30 September 2014. Lalu institusi keuangan dan perbankan ini langsung menetapkannya di awal Oktober kemarin.
"Takutnya terjadi shifting kalau nggak semua perbankan memberlakukan hal yang sama. Padahal kebijakan ini sangat bagus untuk menekan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Makanya semua bank harus konsisten," ujarnya.
Dirinya mengaku, saat ini HSBC Indonesia sudah menggunakan BUKU 3 yang ditetapkan maksimum suku bunga 225 basis poin (Bps) di atas BI Rate atau saat ini maksimum 9,75 persen termasuk seluruh insentif yang diberikan secara langsung kepada nasabah penyimpan dana. Nilai simpanan di atas Rp 2 miliar.
"Nilai simpanan sampai Rp 2 miliar, suku bunga sama seperti yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan untuk di atas Rp 2 miliar berlaku suku bunga maksimum OJK 9,75 persen," terang Steven. (Fik/Nrm)