Liputan6.com, Jakarta - Ketersediaan sistem teknoloagi informasi (IT) yang canggih dalam pelayanan pajak ternyata tetap membutuhkan petugas pajak yang banyak untuk mengimbangi jumlah wajib pajak dalam sebuah negara.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmani mengatakan, ini terlihat dari negara Jepang yang memiliki sistem IT pajak lebih canggih dari Indonesia, namun tetap mempunyai petugas pajak yang jumlahnya 2 kali lipat dari Indonesia.
"Saat saya ke Jepang, meski sudah punya sistem IT yang canggih, tapi jumlah pegawai pajaknya mencapai 66 ribu orang. Sedangkan kita baru 32 ribu. Saya bilang ke mereka, jumlah mereka lebih besar 2 kali lipat dari yang saya punya," ujarnya di Jakarta, Senin (13/10/2014).
Dia menjelaskan, IT memang berperan penting dalam hal efiensi, kecepatan, kemudahan dan pencatatan yang lebih akurat dalam pelayanan pajak, namun negara tetap membutuhkan peran manusia untuk mengingatkan masyarakat membayar pajak.
"IT tidak bisa mengingatkan orang untuk bayar pajak, itu hanya untuk efisiensi. Para wajib pajak ini disentuh, diingatkan. Harus didatangi, diingatkan juga tidak bisa hanya dengan telepon saja," lanjut dia.
Menurut Fuad, dari hasil observasinya sepanjang menjabat sebagai Dirjen Pajak selama 3 tahun 8 bulan, wajib pajak yang mau bayar pajak tanpa perlu diingatkan hanya sekitar 10 persen-20 persen saja.
"Sedangkan yang lain, tidak bisa diingatkan hanya dengan iklan saja. Kebanyakan mau bayar tapi nanti deh, ditunda-tunda, akhirnya sampai 2-3 tahun tidak dibayar. Jadi harus ada yang mendatangi, istilahnya harus diketuk pintunya," tandas dia. (Dny/Nrm)
Punya IT Canggih, Petugas Pajak di Jepang Lebih Banyak dari RI
Wajib pajak yang mau bayar pajak tanpa perlu diingatkan hanya sekitar 10 persen-20 persen saja.
Advertisement