Sukses

Potensi Besar, Target Rasio Pajak di Era Jokowi Dinilai Kekecilan

Ditjen Pajak optimistis rasio penerimaan pajak yang ditargetkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebesar 16 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) optimistis bisa mencapai target rasio penerimaan pajak di pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sebesar 16 persen. Pasalnya potensi penerimaan pajak di Indonesia masih sangat besar.

Dirjen Pajak, Fuad Rahmany mengatakan, rasio pajak di Indonesia saat ini baru mencapai 12,2 persen. Angka tersebut menurutnya termasuk rendah mengingat potensi penerimaan pajak bisa jauh lebih besar.

"Pak Jokowi menargetkan rasio pajak 16 persen di akhir periodenya. Menurut saya target ini tidak tinggi karena potensinya besar. Dengan proyeksi 16 persen, ada gap Rp 400 triliun," jelas Fuad saat Penandatangan Kerjasama dengan Kemenkumham di kantornya, Jakarta, Selasa (14/10/2014).

Sayang, kata dia, kendala DJP untuk menyisir penerimaan pajak ada pada data. Pihaknya tak mengantongi data valid dan kuat untuk mengejar potensi besar ini. DJP sudah memulai kerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pemanfaatan data transaksi ekonomi.  
 
"Kendalanya data. Kami sudah mulai tapi butuh dukungan lagi yang lebih kuat dan keseriusan setiap instansi pemerintah supaya dilaksanakan. Nggak bisa cuma ada MoU tanpa implementasi," sambungnya.

Lebih jauh dia mengatakan, pembayaran pajak oleh Wajib Pajak diasumsikan selalu jujur karena dia menghitung sendiri, menyetorkannya lalu melapor. Sebagai gambaran, dari 28 juta pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), baru 10 juta orang yang menyerahkan laporan SPT.

Fuad membeberkan, saat ini orang pribadi yang sudah membayar pajak sebanyak 23 juta orang dari potensi 60 juta orang. Sedangkan catatan pada tahun lalu, basis penduduk Indonesia yang sudah bekerja mencapai 115 juta orang dengan jumlah orang yang mampu bayar pajak sesuai UU sebanyak 30 juta.

"Total hampir 38 juta orang yang belum bayar pajak. Banyak WP seperti buruh pabrik, karyawan swasta yang sudah bayar pajak dipotong langsung dari kantor, tapi nggak lapor dan itu ada 22 juta orang. Ini salah-salah sedikit. Karena yang salah itu adalah orang yang sudah tidak bayar pajak, nggak lapor juga," ujarnya.

Sementara untuk badan usaha, Fuad menyebut, ada sebanyak 20 juta lebih di Indonesia. Sebanyak 5 juta badan usaha seharusnya sudah membayar pajak, namun realisasi pembayaran maupun pelaporan pajak baru 550 ribu badan usaha.

Permasalahannya, kata dia, selain kapasitas, DJP kekurangan pegawai. Sekarang ini basis pegawai DJP sebanyak 33 ribu orang, sedangkan di lapangan hanya 12 ribu orang dari total pegawai.

"Kita harusnya datangin jutaan perusahaan dan toko di tengah jalan tapi nggak mungkin karena nggak ada orang. Inilah kekurangan kita yang kurang aktif mendekati instansi pemerintah," pungkasnya. (Fik/Ndw)

Video Terkini