Liputan6.com, Jakarta- Rencana Pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi semakin terbuka lebar untuk direalisasikan. Alasannya, anggaran pemerintah bakal semakin terbebani dengan penurunan harga minyak dunia tersebut.
Anggota DPR dari Fraksi Nasional Demokrat Kurtubi mengungkapkan, dengan adanya penurunan harga minyak dunia, maka akan sangat berdampak pada harga jual minyak dan gas produksi Indonesia. Dampaknya, pendapatan pemerintah pun mengalami penurunan.
"Kalau penurunan harga berlangsung lama bisa diubah asumsi. Besaran diubah, di sisi lain penerimaan sektor migas karena harga jual migas akan turun. Itu juga akan memukul pendapatan,"kata Kurtubi, seperti yang ditulis di Jakarta, Rabu (22/10/2014).
Menurut Kurtubi, dengan pendapatan negara yang berkurang, maka kemampuan pemerintah untuk membiayai program-program yang telah dicanangkan pun juga berkurang.
Oleh karena itu, Pemeirntahan Jokowi akan melakukan manuver anggaran, salah satunya dengan mengurangi subsidi BBM dengan cara menaikan harga.
"Jadi rencana kenaikan harga kelihatan cukup besar alasannya, kecuali dengan harga dunia turun diimbangi produksi minyak meningkat sehingga penerimaan tidak menurun," tuturnya.
Kurtubi menambahkan, jika penurunan harga minyak dunia berlangsung dalam waktu yang lama maka akan menurunkan subsidi pada BBM, namun hal tersebut sepertinya percuma karena volume BBM bersubsidi besarannya terus meningkat.
"Subsidi bisa lebih rendah dari yang dianggarkan karena minyak dunia di kisaran US$ 80 dolar per barel, jauh di bawah asumsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sebesar US$ 100 dolar per barel. Tapi ingat volume BBM akan meningkat yang bisa mengimbangi penurunan subsidi yang disebabkan menurunkan harga," pungkasnya. (Pew/Gdn)
Turunnya Harga Minyak Dunia Picu BBM Subsidi Naik Lebih Cepat
Anggaran pemerintah bakal semakin terbebani dengan penurunan harga minyak dunia.
Advertisement