Liputan6.com, Jakarta - PT Chevron Pacific Indonesia (PCI) tengah tersangkut kasus proyek bioremediasi. Bahkan salah satu karyawannya, Bachtiar Abdul Fatah telah mendapatkan putusan kasasi dari Mahkamah Agung (MA) dengan hukuman 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta.
Namun kuasa hukum yang ditunjuk oleh Chevron dalam kasus ini, Todung Mulya Lubis menyatakan kasus ini proyek ini sama sekali tidak merugikan negara dan bukan merupakan proyek fiktif.
"Jadi ini bukan proyek yang mengada-ngada. Jadi kalau tindakannya (yang merugikan negara) tidak ada, maka harusnya kasus ini juga tidak ada," ujar Todung dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (24/10/2014).
Bahkan menurut Todung, putusan bersalah bagi Bachtiar semacam tindak kriminalisasi korporasi terhadap Chevron. "Secara legal dan secara akal sehat kami tidak menerima, itu melukai asas keadilan kita semua. Ini kriminalisasi perusahaan," lanjutnya.
Untuk itu, Todung akan mempersiapkan upaya Peninjauan Kembali (PK) pada putusan yang diterima oleh Bachtiar, karena melihat ada kekeliruan dari Mahkamah Agung dalam keputusan kasasinya.
"Dalam kasus ini kami melihat ada kekeliruan yang bisa dibuktikan, ini menjadi pegangan kami untuk melakukan PK. PK sedang kami susun dan akan diajukan secepatnya," tandas dia.
Seperti diketahui, Bachtiar terseret dalam kasus proyek bioremediasi atau pemulihan lingkungan dari kondisi tanah yang terkena limbah akibat eksplorasi minyak yang dilakukan oleh Chevron Pacific Indonesia.
Selain Bachtiar, ada 3 karyawan Chevron yang juga terseret dalam kasus ini, yaitu Manajer Sumatera Light South (SLS) dan Sumatera Light North (SLN) Endah Rumbiyanti, Team Leader SLS Migas Kukuh dan Team Leader SLN Kabupaten Duri Propinsi Riau Widodo. (DnyAhm)
Kasus Chevron Disebut Upaya Kriminalisasi Korporasi
Manajemen PT Chevron Pacific Indonesia menuturkan, kasus bioremediasi yang melibatkan karyawannya tidak merugikan negara.
Advertisement