Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengeluarkan aturan mengenai ketentuan-ketentuan bagi korporasi non perbankan dalam menjaga pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN).
Pengaturan tersebut difungsikan dalam rangka mengendalikan utang luar negeri terutama sektor swasta yang saat ini dinilai sudah mengkhawatirkan, bahkan lebih besar dibandingkan utang luar negeri pemerintah.
"Ketentuan ini tidak dimaksudkan sebagai upaya melarang atau menghambat kegiatan ULN tapi justru mendorong korporasi untuk meningkatkan pengelolaan risikonya," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Tirta Segara di Gedung Bank Indonesia, Kamis (30/10/2014).
Seperti diketahui, dalam kurun waktu kurang lebih sepuluh tahun, jumlah ULN sektor swasta meningkat tiga kali lipat, yaitu dari US$50,6 miliar pada akhir tahun 2005 menjadi US$156,2 miliar pada akhir Agustus 2014.
Dengan total utang swasta yang cukup tinggi tersebut memiliki kontribusi sebesar 53 persen dari total ULN Indonesia, dan itu lebih besar daripada ULN pemerintah.
Adapun dalam pokok-pokok aturan yang dikeluarkan Bank Indonesia untuk mengendalikan utang tersebut, mulai 1 Januari 2015 seluruh korporasi non bank wajib melakukan lindung nilai/hedging ULN valasnya terhadap rupiah dengan rasio sebesar 20 persen.
"Nilai itu kemudian akan ditingkatkan menjadi 25 persen pada 1 Januari 2016," tegas Tirta.
Tirta menjelaskan, rasio tersebut ditetapkan terhadap selisih negatif antara aset valas dan kewajiban valas yang akan jatuh waktu sampai dengan tiga bulan ke depan dan yang akan jatuh waktu lebih dari tiga bulan sampai dengan enam bulan kedepan.
Tidak hanya itu, poin lainnya adalah pada periode 1 Januari hingga 31 Desember 2015 korporasi non bank yang memiliki ULN valas wajib menyediakan aset valas minimal sebesar 50 persen dari kewajiban valas yang akan jatuh waktu sampai dengan tiga bulan ke depan. Kemudian mulai 1 Januari 2016 rasio tersebut ditingkatkan menjadi 70 persen.
"Kalau korporasi tidak mematuhi apa yang sudah kita tentukan ini, kami akan kirimkan surat teguran kepada mereka, kalau tidak diindahkan baru Bank Indonesia akan memberikan sanksi," ungkap Tirta. (Yas/Ahm)