Sukses

Pemerintah Diminta Siapkan Insentif Pembangunan Pipa Gas

Bila dibandingkan bahan bakar minyak (BBM), cadangan gas Indonesia masih lebih besar.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta mempercepat dan memberikan insentif pembangunan pipa gas untuk bisa memenuhi kebutuhan gas dalam negeri.

Direktur Indonesia Resourses Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, bila dibandingkan bahan bakar minyak (BBM), cadangan gas Indonesia masih lebih besar. Apalagi, pemerintah  juga harus mengimpor BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Berdasarkan data PT Pertamina (Persero) Indonesia masih mengimpor 13 juta barel BBM per bulan. Ini antara lain untuk memenuhi kebutuhan solar (30 persen) dan premium (70 persen) karena kapasitas kilangnya terbatas.

“Kilang Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 825 ribu barel minyak mentah per hari dan hanya menghasilkan 75 persen BBM. Selain itu, cadangan minyak akan habis dalam 11 tahun jika tidak ada temuan sumber baru,” ujar Marwan, di Jakarta, Kamis (30/10/2014).

Di lain pihak, cadangan gas bumi masih besar. Per hari Indonesia bisa memproduksi sampai 17,5 juta ton gas. Tapi hingga kini konsumsi dalam negeri baru 1,5 juta ton. Alhasil sisanya diekspor karena adanya kontrak masa lalu.

Menurut Marwan, permintaan gas dalam negeri terus melonjak dalam beberapa tahun terakhir. Pada akhir 2014, permintaan gas kota naik 224-956 juta kaki kubik.

Dengan peningkatan pertumbuhan gas domestik, ke depan pemerintah harus bisa mengintegrasikan sektor hulu dan hilir untuk menjaga pasokan gas dalam negeri.

Karena itu, kata dia, pemerintah harus bisa memberikan kemudahan dan insentif bagi para investor yang mau menanamkan modalnya untuk pengembangan infrastruktur gas. Insentif bisa berupa bea masuk dan tax holiday. Namun, kendalinya tetap ditangan pemerintah.

“Untuk mengelola ini pemerintah bisa menunjuk Pertamina. Apalagi Pertamina memiliki kemampuan mengelola sektor gas secara komprehensif baik dihulu maupun dihilir dan salah satu produsen gas terbesar didunia,” katanya.

Dengan demikian, kemandirian energi yang menjadi tujuan Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla akan tercapai.

Pengamat energi dari ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, tanpa adanya infrastruktur gas, tidak mungkin ekspor bisa dikurangi.

Menurut dia, sebenarnya potensi penyerapan gas domestik bisa lebih besar dari saat ini. Tapi, karena infrastrukturnya tidak ada, sehingga produksi tidak terserap.

Direktur Industri Kimia Dasar Kemenperin Muhammad Khayam mengungkapkan, dari kebutuhan gas bumi sekitar 2.000 million standard cubic feet per day (mmscfd), sekitar 1.200 mmscfd merupakan kebutuhan industri pupuk dan petrokimia. Sekitar 800 mmscfd dipakai untuk industri lainnya, seperti baja, tekstil, atau sarung tangan karet. (Nrm/Gdn)

Video Terkini