Liputan6.com, Jakarta - Indonesia perlu mewaspadai guncangan pasar keuangan yang datang dari kebijakan The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan pada tahun depan. Namun kebijakan moneter bukanlah satu-satunya jalan keluar untuk menghadapi potensi terjadinya ketegangan keuangan tersebut.
Ekonom Raden Pardede mengungkapkan, kenaikan suku bunga The Fed secara signifikan akan mendorong keluarnya investasi penanam modal dari Indonesia.
"Jika hal ini terjadi, cadangan devisa (cadev) Indonesia bakal terkuras dan mengancam depresiasi lebih dalam terhadap nilai tukar rupiah," ujar dia di Jakarta, Senin (3/11/2014).
Lebih lanjut diakuinya, pemerintah dan otoritas keuangan wajib merilis sejumlah kombinasi kebijakan antara moneter, fiskal, struktural, crisis management protocol dan sebagainya guna mengantisipasi dampak dari kebijakan The Fed.
"Jangan hanya tergantung pada kebijakan moneter. Memang kebijakan moneter itu cepat, tapi seperti panadol yang membuat ketergantungan ketika tubuh kita panas tanpa tahu penyebabnya apa, penyakit struktural di perekonomian kita apa," tegas Raden.
Menurut dia, Bank Indonesia tidak perlu ikut-ikutan menaikkan suku bunga acuan (BI Rate) ketika Fed Fund Rate mengalami penyesuaian. Hal ini sama dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
"Kalau harga BBM naik tidak serta merta suku bunga AS harus naik. Dampak dari kenaikan harga BBM bisa diimbangi jika kita mampu mengontrol harga makanan, jadi nggak perlu menaikkan suku bunga," papar dia.
Diakui Raden, Indonesia harus mampu menarik investasi dalam maupun luar negeri melalui kebijakan yang menarik. Dengan demikian, kebijakan moneter harus dikombinasi dengan kebijakan struktural seperti kebijakan fiskal dan sebagainya. (Fik/Gdn)
Kebijakan Moneter Hanya Obat Penyembuh Sakit Panas
Pemerintah dan otoritas keuangan wajib merilis sejumlah kombinasi kebijakan antara moneter dan fiskal.
Advertisement