Sukses

JSS Ditunda Karena Bisa Dongkrak Backlog Rumah

Pembatalan Jembatan Selat Sunda karena pembangunan tersebut bukan solusi tepat dalam mengatasi kemacetan di pelabuhan Merak-Bakauheni.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) dan Bappenas mengungkapkan salah satu alasan krusial pembatalan proyek Jembatan Selat Sunda (JSS) karena dapat memunculkan potensi peningkatan kekurangan rumah (backlog) dan kenaikan harga rumah yang tinggi di kawasan sekitar.

Menteri PPN dan Kepala Bappenas, Andrinof A Chaniago mengatakan, pemerintah sebelumnya menjanjikan izin pengelolaan konsesi di kawasan strategis JSS kepada investor yang berniat membenamkan modal ke megaproyek tersebut.

"Investasi itu tak akan tertutup (balik modal) dengan hanya penjualan tiket, sehingga ada diberikan konsesi lahan di wilayah sekitar. Imbasnya harga rumah akan melambung dan backlog 15 juta rumah per tahun bisa membengkak menjadi 30 juta dalam waktu beberapa tahun," tegas dia dalam rangka HUT ke-15 The Habibie Center, Jakarta, Selasa (11/11/2014).

Alasan tersebut, sambung Andrinof merupakan salah satu pertimbangan penundaan megaproyek senilai Rp 200 triliun itu dalam batas waktu yang tidak bisa ditentukan. Menurutnya, sektor perumahan menjadi program prioritas yang wajib dengan sendirinya dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Backlog perumahan di tahun ini sudah mencapai 15 juta unit atau menjadi beban berat dari tahun ke tahun. Artinya 15 juta keluarga baru belum punya rumah," tegasnya.

Dia membeberkan alasan lain pembatalan JSS karena bukan solusi tepat dalam mengatasi kemacetan di pelabuhan Merak-Bakauheni. Sebab, sambungnya, Indonesia hanya memiliki kapal-kapal penyeberangan atau pengangkutan sudah berusia uzur pada tahun 1950 atau 1960-an.

"Kapalnya sudah tua, kalau negara ini sungguh-sungguh mau melayani rakyat jangan begitu. Mbok ya, separuh dari 28 kapal yang layak dan aman serta menambah dermaga," terang Andrinof.

Dirinya menambahkan, pemerintah lalu hanya mengangkat kondisi kemacetan di Indonesia khususnya Jawa-Sumatera sehingga langsung ditawarkan proyek JSS bernilai fantastis. Padahal di sisi lain, pemerintah bisa mengangkat kembali identitas Indonesia sebagai negara maritim.

"Di pelabuhan Merak-Bakauheni penyeberangan sangat ramai. Kita seharusnya bisa menunjukkan identitas ini kepada negara di dunia dengan melayani penumpang kapal laut dengan baik. Jadi jangan menonjolkan angkutan darat tapi laut sesuai program tol laut," terang dia.

Di samping itu, kata Andrinof, JSS hanya akan memperparah ketimpangan antara Jawa dan wilayah lain terutama Timur Indonesia. "Jangan seperti kota di Mumbai, India, di sana bermukim salah satu orang terkaya di dunia, tapi juga jadi kawasan warga-warga miskin," pungkasnya. (Fik/Gdn)