Sukses

Pengamat: Hindari Konflik Kepentingan dari Calon Dirut Pertamina

Pengamat memberikan pandangan mereka tentang para calon Dirut Pertamina.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa nama yang selama ini diketahui tak berkutat dalam sektor energi muncul sebagai calon terkuat Direktur Utama PT Pertamina (persero).

Sebutlah Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom) Rinaldi Firmansyah, Budi Sadikin (Dirut Bank Mandiri), Sunarso, (Direksi Bank Mandiri), Zulkifli Zaini (Mantan Dirut Bank Mandiri), dan Dwi Sucipto (Dirut Semen Indonesia).

Hal ini kemudian menuai kritikan. Pengamat Politik Energi dan Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun menilai, Pertamina harus diisi sosok yang paham mengenai sektor minyak dan gas dan bukan sebaliknya

Dia pun mengomentasi rekam jejak para calon tersebut. Salah satunya, Rinaldi Firmansyah yang disebut calon kuat Dirut Pertamina.

"Menurut saya, secara substansial sebetulnya Rinaldi tidak paham tentang Migas. Mengingat dia sebelumnya hanya merupakan Dirut Telkom yang jelas tidak ada hubungannya dengan Migas," kata dia di Jakarta, Selasa (11/11/2014).

Dia berpendapat, jika melihat rekam jejaknya, pria ini bukan orang yang paham akan permasalahan bisnis yang ada di sektor migas. Meski dikatakan secara manajerial mampu berada di posisi tertinggi Pertamina.

Menurut dia, akan sangat berbahaya ketika Dirut perusahaan plat merah sekaliber Pertamina memiliki karakter politis. "Karena akan ada conflict of interest," lanjutnya.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi dari Universitas Indonesia, Sri Edi Swasono menyarankan sebaiknya, Dirut PT Pertamina harus orang yang nasionalisme. Misalkan berupaya mendapatkan hak untuk mengelola Blok Mahakam.

"Kalau dia (Dirut Pertamina) tidak pro terhadap Mahakam itu ditarik menjadi ertamina, jangan dipilih," kata Edi.

Menurutnya, Presiden Jokowi harus memilih orang yang tepat untuk memberikan jabatan Dirut Pertamina. Terutama yang benar-benar mampu melakukan nasionalisme Blok Mahakam tersebut.

"Dirut (Pertamina) yang baru harus pro dengan Makaham. Harus menasionalisme mahakam, kalau tidak gombal itu," lanjutnya. (Pew/Nrm)