Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera menaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Apa alasannya?
Managing Director Katadata Ade Wahyudi menyebutkan setidaknya ada sepuluh alasan kenapa harga BBM harus naik. Pertama karena Indonesia salah satu negara yang paling boros mengalokasikan dana subsidi untuk energi di Asia. Anggaran subsidi energi Indonesia 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
"Indonesia berada di urutan setelah Pakistan dan Bangladesh," katanya di Jakarta, Kamis (13/11/2014).
Kedua, BBM bersubsidi menyebabkan konsumsi dan impor minyak melonjak sehingga menimbulkan defisit perdagangan migas dan neraca pembayaran. "Defisit membuat nilai tukar rupiah pun terpukul," ujarnya.
Ketiga, sebanyak 53 persen dari total subsidi BBM atau sekitar Rp 210 triliun justru dinikmati oleh pengguna mobil pribadi saja. "Angkutan umum kecil hanya 3 persen," kata dia.
Keempat, menurut dia, Indonesia bukan lagi negara yang kaya akan minyak. Cadangan minyak nasional hanya 3,7 miliar barel pada 2013. Dengan produksi, 800 ribu barel per hari cadangan itu habis dalam waktu 12 tahun.
Kelima, Indonesia telah menjadi importir minyak sejak tahun 2013 karena produksi menurun dan sebaliknya konsumsi terus meningkat.
Keenam, tren pemberian subsidi untuk BBM telah ditinggal oleh banyak negara.
Ketujuh, negara-negara yang kaya akan minyak seperti Iran berencana menaikan harga minyaknya secara bertahap sesuai harga pasar.
"Kedelapan anggaran yang dialokasikan untuk subsidi energi sangat timpang dengan anggaran yang disalurkan untuk infrastruktur, kesehatan dan pemberantasan kemiskinan," lanjutnya.
Kesembilan, pendapatan dari sektor mogas tak cukup untuk menutup ongkos dari subsidi energi.
Kemudian alasan terakhir yaitu harga BBM murah menghambat tumbuhnya energi alternatif di tanah air.
"BBM murah menghambat tumbuhnya energi alternatif seperti gas alam, panas bumi dan bio energi," tutupnya. (Amd/Ndw(
Advertisement