Liputan6.com, Jakarta - Baru beberapa minggu dilantik, Menteri Kelautan dan Perikanan (MKP) Susi Pudjiastuti meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) keluar dari organisasi internasional negara maju dan berkembang G20.
Menanggapi permintaan pemilik maskapai Susi Air itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai keputusan tersebut merupakan hal prerogatif presiden Jokowi.
"Kan yang menentukan keluar atau tidaknya kan presiden. Minta boleh saja semua orang berpendapat begitu," ujar JK di Istana Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat, (14/11/2014)
Ia pun berpendapat, masuknya Indonesia sebagai anggota G 20 bukan karena Indonesia yang meminta-minta. Namun komunitas Internasional yang memasukkan Indonesia ke dalam kelompok 20 negara dengan perekonomian besar di dunia itu.
"G20 itu bukan minta dan tidak minta, itu fakta, jadi kita tidak ada yang minta Indonesia masuk G20. Tidak. Cuma ekonomi kita besarnya dia punya GDPnya, ekonominya, masuk ke yang 16 atau 17, maka otomatis masuk. Indonesia tidak pernah minta, karena tidak pernah minta kenapa mau keluar," tegas JK.
JK justru berpendapat masuknya Indonesia sebagai anggota G 20 menguntungkan pemerintah Indonesia, khususnya dari segi pembangunan ekonomi. "Di samping kita menilai ekonomi kita cukup besar, selalu ada konsultasi bagaimana ekonomi maju, dan kita ekonomi internasional kita atur dengan baik supaya ada keadilannya," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Susi meminta agar Indonesia lebih baik keluar dari keanggotaan G 20. Pertimbangannya, masuknya Indonesia ke wilayah organisasi tersebut hanya akan merugikan pelaku bisnis di sektor kelautan dan perikanan.
"Masuk G20 tidak ada untungnya untuk kelautan kita. Karena ini kita jadi kena tarif impor. Padahal nilai udang kita saja mencapai miliaran dolar Amerika," kata dia.
Baca Juga
Dia juga mencontohkan, sektor kelautan Indonesia bakal merugi karena ekspor tuna yang bisa mencapai US$ 700 juta terpangkas karena kesepakatan aturan yang menerapkan beban tarif sebesar 14 persen atau sekitar US$ 105 juta. Padahal Indonesia bisa memperoleh kemudahan tarif nol persen untuk ekspor.
Bahkan, posisi Indonesia juga tak terlalu kuat dalam organisasi tersebut. Sehingga setiap keputusan yang diambil cenderung mentah. Susi pun menyebut jika Indonesia hanya jadi tim penggembira saja di G20.
"Kita di G20 nggak bisa kasih keputusan apa-apa karena kita bukan negara G8. Kita pengikut penggembira saja," papar dia.
Tak ragu, Susi pun lebih memilih mendapat keuntungan dari keluar G20 ketimbang mempertahankan gengsi masuk ke organisasi tersebut. "Kita semua orang dagang dan mau bisnis. Lobi diplomatik bukan kita, lobi kita perdagangan. Kalau kita keluar dari G20 maka negara untung US$ 300 juta - US$ 500 juta," tutup dia. (Luqman R/Ahm)
Advertisement