Liputan6.com, Jakarta - Penurunan harga minyak dunia bersifat sementara, sehingga penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dianggap sebagai langkah tepat untuk menyehatkan fiskal Indonesia. Namun bukan berarti apabila harga minyak dunia kembali terkerek naik, pemerintah harus kembali mengambil kebijakan yang sama.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), A. Tony Prasetiantono memperkirakan harga minyak dunia bakal meningkat lagi sebesar US$ 90 per barel. Saat ini, harga minyak dunia tergelincir di bawah US$ 80 per barel.
"Harga minyak dunia diperkirakan masih bisa naik lagi US$ 90 per barel jika OPEC berhasil menekan produksi (minyak). Harga US$ 80 per barel saja ternyata lebih tinggi dari US$ 70 per barel saat sebelum krisis subprime mortgage 2008," tegas dia kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Melihat potensi tersebut, tambah Tony, bukan berarti pemerintah harus menaikkan kembali harga BBM subsidi meski banyak usulan datang untuk menyesuaikan harga sebesar Rp 3.000 per liter pada tahun ini.
"Tidak harus naik lagi, kan pemerintah masih bisa memberi subsidi, misal Rp 100 triliun per tahun. Yang penting kita harus menurunkan anggaran subsidi BBM tahun depan yang nilainya Rp 263 triliun, karena itu sudah nggak masuk akal," harap dia.
Hanya saja, katanya, penghematan subsidi BBM dialihkan untuk sektor prodduktif termasuk membangun infrastruktur. Tony mengusulkan agar infrastruktur kecipratan uang penghematan lebih besar.
"Untuk infrastruktur setidaknya dialokasikan Rp 70 triliun dari total penghematan subsidi Rp 100 triliun tahun ini," pungkas Komisaris Independen PT Bank Permata Tbk itu. (Fik/Ndw)
Jokowi Tak Perlu Naikkan Harga BBM Lagi Tahun Depan
Penurunan harga minyak dunia bersifat sementara, sehingga penyesuaian harga BBM bersubsidi dianggap sebagai langkah tepat.
Advertisement