Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah resmi menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sebesar Rp 2.000 per liter sehingga premium menjadi Rp 8.500 dan solar menjadi Rp 7.500. Bank Indonesia (BI) pun menggelar rapat merespons terhadap keputusan pemerintah itu pada hari ini.
Melihat kondisi itu, Direktur PT Bahana TCW Asset Management, Budi Hikmat menilai, BI belum perlu menaikkan suku bunga acuan/BI Rate. Ada beberapa faktor, menurut Budi, BI tak perlu menaikkan BI Rate.
Baca Juga
Pertama, Posisi BI Rate telah bertahan 7,5 persen selama satu tahun setelah BI menaikkan BI rate pada 2013. Saat itu, BI menaikkan suku bunga acuan untuk merem defisit transaksi berjalan karena harga BBM yang tak kunjung dinaikkan. "Setelah harga BBM naik current account membaik," ujar Budi, saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (18/11/2014).
Advertisement
Kedua, Budi menuturkan, BI Rate 7,5 persen kini lebih tinggi dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan laju inflasi pada Oktober 2014 mencapai 0,47 persen, atau lebih tinggi dari bulan September 0,27 persen.
Adapun laju inflasi year on year atau untuk periode September 2013 hingga September 2014 tercatat 4,83 persen. Sedangkan laju inflasi secara tahun kalender (year to date) tercatat 4,19 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2014 mencapai 5,01 persen.
"BI Rate ini sudah tinggi. Angka daya beli masyarakat ini dengan uang kartal dan uang giro sudah melambat karena harga komoditas turun dan kredit juga melambat. Kalau BI Rate ini naik sudah jatuh tertimpa tangga," kata Budi.
Menurut Budi, BI tidak perlu menaikkan BI Rate karena dampak kenaikan harga BBM bersubsidi ke inflasi hanya berlangsung tiga bulan. Sebagian besar dampak tersebut terhadap inflasi sudah diserap sebagian besar pada 2014.
"Hingga akhir tahun 2014 diperkirakan inflasi mencapai 7,8 persen sedangkan inflasi pada 2015 sebesar 5,5 persen," kata Budi.
Budi menekankan, seharusnya Bank Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi bukan memperketatnya. Selama harga komoditas seperti karet, batu bara turun maka dampak ke inlfasi masih jauh.
"Sejak tahun lalu hingga tahun ini fokus kepada kestabilan. Nah tahun depan harusnya BI fokus ke pertumbuhan ekonomi. Di sini kami harap BI lebih berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujar Budi.
Ia menyarankan malah BI Rate diturunkan sekitar 50 basis poin (bps) pada 2015. Dengan BI Rate turun maka ekonomi lebih bergerak. Akan tetapi, bila BI menaikkan suku bunga acuan, Budi menilai, BI mengetahui sesuatu yang tidak diketahui analis.
Sementara itu, Ekonom PT Standard Chartered, Eric Alexander menuturkan Bank Indonesia (BI) akan menaikkan suku bunga acuan/BI Rate sekitar 25 basis poin menjadi 7,75 persen pada akhir 2014 untuk hadapi kenaikan harga BBM bersubsidi. (Ahm/)