Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah disebut melanggar Undang-Undang (UU) jika menambah kuota Bahan Bakar Minyak (BBM) tanpa persetujuan DPR.
Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mengatakan, dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014, kuota BBM bersubsidi telah ditetapkan sebesar 46 juta kilo liter (kl).
Dalam Undang-Undang tersebut, pemerintah melalui Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH) Migas harus mengatur kuota BBM tersebut agar tidak terlampaui.
"Itu harus ada di Undang-Undang kuota 46 juta kl dan pemerintah diminta BPH Migas melakukan beberapa upaya agar tidak terlampaui," kata dia di Jakarta, Kamis (20/11/2014).
Menurut Kardaya, jika pemerintah menambah kuota BBM bersubsidi tanpa persetujuan DPR, maka pemerintah telah melanggar Undang-Undang.
"Kalau tidak ada persetujuan melanggar Undang-Undang. Di negara hukum seperti kita ini tidak boleh," ungkapnya.
Berdasarkan perkiraan PT Pertamina (Persero), konsumsi BBM bersubsidi akan melampaui kuota yang telah ditetapkan dalam APBNP.
Namun, sampai saat ini pemerintah belum menunjukan niat untuk mengajukan tambahan kuota. Padahal, seharusnya pemerintah cepat mengajukan kuota tambahan ke DPR.
"Seharusnya pemerintah secara cepat kalau ada kemungkinan melampaui pemerintah mengajukan persetujuan ke DPR, karena tidak bisa datang hari ini disetujui hari ini," pungkasnya.
Seperti diketahui, berdasarkan perkiraan PT Pertamina (Persero) konsumsi BBM bersubsidi akan melampaui kuota yang telah ditetapkan sebesar 1,9 juta kl, namun karena adanya kenaikan harga BBM bersubsidi over kuota tersebut berkurang menjadi 1,3 juta kl.
Pimpinan Baru Pertamina
Baca Juga
Terkait sektor migas usai menetapkan Kepala SKK Migas yang baru. Kini, di sektor migas pemerintah juga harus memilih pimpinan tertinggi dan direksi di BUMN PT Pertamina (persero).
Advertisement
Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah menggelar seleksi orang nomor satu di Pertamina tersebut.
Terkait ini, Direktur Eksekutif Indonesian Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara, Kamis (20/11/2014) meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak boleh membiarkan proses seleksi Direksi BUMN sekaliber Pertamina dicampuri kepentingan suatu kelompok.
"Kalau seperti itu akhirnya itu kita bisa membaca skema KKN-nya. Dan Presiden Jokowi akan sama nusuknya jika membiarkan ini semua," kata dia.
Marwan menyesalkan sikap Presiden Joko Widodo yang cenderung membiarkan permasalahan tersebut bergulir.
Dikabarkan, hasil assesment terhadap kandidat Direktur Utama Pertamina yang dilakukan PT Daya Dimensi Indonesia (DDI) sudah ada.
Dikabarkan hasilnya berbeda jauh dibandingkan dengan hasil assesment untuk jajaran direksi Pertamina pada 2009 dan 2011.
Dia pun meragukan hasil assesment tersebut. "Kalau sudah kaya begitu kan untuk apa kita percaya. Jelas itu rekayasa," kata .
Marwan juga menyayangkan proses seleksi bos Pertamina itu tidak melalui lembaga lain yang jauh lebih baik dan terbebas dari berbagai spekulatif negatif seperti yang berkembang saat ini.
Pasalnya, perusahaan tersebut dinilai memiliki kaitan dengan sekelompok orang sehingga independensi dan integritas PT DDI diragukan hasilnya.
"Kenapa harus menunjuk DDI, padahal kan bisa melalui Pusat Psikologi Angkatan Darat (PSiAD) atau justru lebih baik lagi jika juga melalui uji integritas KPK dan PPATK," ujarnya.
Namun, founder dan pemilik PT Daya Dimensi Indonesia Rozan Anwar mengungkapkan bahwa perusahaannya tidak ada aviliasi dengan keluarga Menteri BUMN itu.