Liputan6.com, Jakarta- Selain mencetak keberhasilan selama memimpin negeri ini, ‎Institut for Development of Economic and Finance (Indef) juga mencatat kegagalan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun menjabat.
Direktur Indef Enny Sri Hartati menyebutkan, kegagalan pertama pemerintahan SBY adalah‎ ketimpangan kesejahteraan yang melebar terlihat dari gini ratio naik 0,5 pada 2014, dari tahun sebelumnya 0,41. Di mana, pada awal SBY memimpin angka gini ratio ada di level 0,32.
Kedua, deindustrialisasi. Kontribusi sektor industri terhadap produk domestik PDB menurun pada 2004 sebesar 28 persen dan 2014 13,5 persen.
Ketiga, neraca perdagangan pada 2004 surplus US$ 25,06 miliar menjadi defisit pada 2013 sebsear USD 4,06 miliar.
Keempat, pertumbuhan ekonomi tinggi tapi tidak dapat menciptakan lapangan kerja. Elastisitas 1 persen growth dalam membuka lapangan kerja turun dari 436 ribu di 2004 menjadi 164 ribu di 2013.
Kelima, efisiensi ekonomi semakin memburuk ditandai dengan semakin tingginya indeks ICOR dari 4,17 menjadi 4,5 karena adanya inefisiensi birokrasi, korupsi, dan keterbatasan infrastruktur.
Keenam, tax ratio yang justru turun 1,4 persen. Ketujuh, kesejahteraan petani menurun. Nilai tukar petani selama sepuluh tahun terakhir turun 0,92 persen.
Kedelapan soal utang pemerintah yang kian mencemaskan.
"Ada penurunan ratio utang terhadap PDB, namun utang per kapita naik dari US$ 531,29 per penduduk di tahun 2005 menjadi US$1002,69 per penduduk di tahun 2013," kata Enny di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Kamis (27/11/2014).
Kesembilan,defisit anggaran yang naik menjadi 1,19 persen dari yang tadinya surplus 1,83 persen.
Sedangkan yang kesepuluh, postur APBN yang semakin tidak proporsional, boros, dan semakin didominasi pengeluaran rutin dan birokrasi. (Yas/Ndw)
Advertisement
Baca juga: