Sukses

Rusia Ajak RI Bangun Pembangkit Nuklir 2.400 MW

Pemerintah Federasi Rusia menawarkan kerjasama ke Indonesia untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Federasi Rusia menawarkan kerjasama Pemerintah Indonesia untuk mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN).

Senior Expert, Representasi Perdagangan Federasi Rusia di Republik Indonesia, Sergey Kukushkin mengatakan, kerjasama yang ingin dilakukan Pemerintah Federasi Rusia bukan sebatas transfer teknologi namun hingga mencakup pembiayaan hingga peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Kerjasama yang ditawarkan melalui BUMN Rusia, Rosatom State Atomic Energy Corporation (Rosatom), pemerintah Federasi menawarkan bantuan kerjasama mengembangkan teknologi nuklir sebagai pembangkit.

Tak hanya itu, Rosatom juga menawarkan solusi yang menyeluruh di bidang ketenaganukliran dari pembangunan PLTN yang paling canggih, paling modern dan paling aman hingga transfer teknologi, kandungan lokal yang tinggi, pembiayaan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

“Pemerintah Rusia akan memberikan bantuan pinjaman untuk pembangunan PLTN, bantuan pembiayaan dapat dalam bentuk bantuan kenegaraan, joint venture antara Rosatom dan perusahaan lokal atau konsorsium, semua peluang masih terbuka,” kata Sergey Kukushkin seperti yang dikutip dari situs resmi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), di Jakarta, Jumat (28/11/2014).

Menurutnya, pembangunan PLTN membutuhkan biaya investasi yang besar, tetapi pada saat PLTN beroperasi hanya memerlukan biaya bahan bakar yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pembangkit yang lainnya.

Bantuan pembiayaan yang ditawarkan Pemerintah Rusia dinyatakan Sergey mencapai 49 persen dari total pembiayaan dari total keseluruhan biaya pembangunan PLTN.

“Perkiraan biaya pembangunan dua blok PLTN dengan kapasitas total 2.400 MW sekitar US$ 8 miliar,“ tutur Sergey.

Namun, tawaran yang diberikan Pemerintah Federasi Rusia ini diakui sergey belum mendapat respon dari Pemerintah Indonesia, karena Pemerintah Indonesia masih belum memprioritaskan pembangunan PLTN dan saat ini masih pada tahap pengkajian dan penelitian. (Pew/Ndw)