Liputan6.com, Jakarta - Penunjukkan Dwi Soetjipto yang menjabat sebagai Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) menjadi Direktur Utama PT Pertamina (Persero) oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno sedikit menuai kecemasan di kalangan Serikat Pekerja Pertamina.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), Ugan Gandar meminta kepada Dwi untuk tidak memperlakukan Pertamina layaknya Semen Indonesia yang telah‎ berpihak ke asing.
Menengok le belakang, Semen Tonasa dan Semen Padang telah banyak berkolaborasi dengan pihak asing. Mereka adalah kartel semen terbesar di dunia yaitu CEMEX SA de CV dari Meksiko, yang saat itu setuju untuk menjual sisa saham negara yang ada di Semen Gresik Group.
‎"Kalau seperti ini apakah tidak mustahil dia lakukan dengan Pertamina, bagaimana untuk melihat keberpihakannya kepada negeri ini?," kata dia, Sabtu (29/11/2014).
Ugan menambahkan, diharapkan Dwi Soetjipto dapat selaras dengan para pekerja dimana dalam empat tahun terahir terus ‎berusaha untuk mengembalikan struktur-struktur minyak dan gas (migas) yang dikuasai oleh asing.
‎"Kami berharap bahwa kehadiran direktur utama yang baru jangan menjadi kontra produktif dengan penegakkan kedaulatan energi," tegasnya.
Oleh karena itu, Ugan meminta kepada presiden agar tetap serius memilih anak bangsa yang terbaik. Para pekerja menuntut dirut yang baru harus jujur, kuat dan berani, dalam hal ini berani mengatakan tidak untuk intervensi, tidak untuk korupsi, serta tidak untuk privatisasi‎.
Hal senada diungkapkan, Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI) Ferdinand Hutahaean yang menilai penunjukan Direktur Utama Semen Indonesia Dwi Soetjipto menjadi Direktur Utama Pertamina tidak tepat dan terkesan dipaksakan.Â
Baca Juga
"Kami sangat kecewa, karena ketidakpahaman DS (Dwi Soetjipto) tentang seluk beluk migas," kata Ferdinand Hutahaean.‎
Advertisement
Ketidapahaman Dwi tentang energi secara makro karena tidak punya latar belakang sama sekali di bidang Migas. Dikhawatirkan, dia hanya akan dijadikan sebagai eksekutor dari kebijakan orang di belakangnya.
"Tipikal Dwi bukan tipikal orang yang berani melawan mafia. Inilah yang membuat kami ragu dengan sosok yang satu ini. Tapi kami akan berdiri paling depan mengkritisi kebijakannya," tegasnya.
Pengamat dari Institut Ekonomi Politik Soekarno-Hatta (IEPSH) M Hatta Taliwang juga khawatir terpilihnya Dwi Sutjipto sebagai Dirut pertamina sudah dalam desain meliberalisasi pengelolaan energi nasional.
Penunjukan ini pun memperkuat anggapan bahwa keberadaan Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas (KRTKM) yang diketuai Faisal Basri hanyalah tameng untuk mengelabui kebijakan-kebijakan yang sudah diskenario pemerintah Jokowi-JK.
"Dari awal saya katakan, pembentukan Ketua Komite Reformasi Tata Kelola Migas (KRTKM) hanyalah lip service rezim ini saja," ucap Hatta Taliwang.
Dia menilai komite ini adalah lembaga semu yang tak bakal mampu menghadapi mafia migas. Dahlan Iskan selama menjabat menteri BUMN pun tak sanggup memberantas mafia migas, apalagi Faisal Basri yang tak punya pengalaman sama sekali.
Dia semakin pesimis bahwa pemberantasan mafia migas bisa berjalan baik. Ini ditambah dengan penunjukan Dwi Sutjipto sebagai dirut PT Pertamina yang sama sekali tidak memiliki jejak rekam mengelola sektor energi.(Yas/Gdn)