Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menyayangkan pertumbuhan industri manufaktur Indonesia yang tercatat negatif dalam lima tahun terakhir. Alasannya karena persoalan upah buruh.
Ketua Umum APINDO, Sofjan Wanandi mengungkapkan, penanaman modal dalam negeri (PMDN) didominasi di sektor properti, perdagangan bukan manufaktur. Sektor-sektor tersebut memberikan keuntungan yang lebih menggiurkan.
"Manufaktur nggak banyak masuk karena takut dengan buruh-buruh ini. Jadi masalah buruh nomor satu yang harus diperbaiki sistemnya," ujar Sofjan kepada Liputan6.com, Jakarta, seperti ditulis Minggu (30/11/2014).
Kata Sofjan, buruh-buruh yang bekerja di perusahaan anggota APINDO sebenarnya tidak melulu meributkan soal kenaikan upah. Dia justru menuding demo buruh setiap tahun yang menuntut penyesuaian upah diperani orang-orang pengangguran.
"Buruh di perusahaan kita nggak mempermasalahkan (upah). Itu kan kerjaan pemimpin serikat pekerja, padahal dia nggak kerja. Kami sudah cek semua, mewakili buruh tapi nggak pernah kerja. Di luar negeri seseorang nggak boleh jadi pemimpin buruh, kalau nggak pernah kerja di perusahaan," tegas Ketua Tim Ahli Wapres Jusuf Kalla itu.
Dia berharap, pemerintah memikirkan kesejahteraan buruh ketimbang terus menaikkan upah setiap tahun. Contohnya saja membangun perumahan buruh di kawasan industri, lokasi terdekat dengan tempat kerjanya.
"Berikan bunga murah, cicilan murah buat rumah buruh. Yang tadinya harus sewa Rp 400-500 ribu per bulan, kasih subsidi jadi Rp 200 ribu per bulan. Lahan disediakan, tapi jangan dibikin mal atau real estate," cetus Sofjan.
Persoalan lain, dia bilang, memangkas dan memudahkan perizinan investasi di Tanah Air. Pasalnya banyak izin daerah yang menguras kantong pengusaha. "Malas kalau setiap izin harus dibikin tandatangan yang ujung-ujungnya duit. Mending simpan di bank," terang dia.
Sementara itu, Ekonom PT Samuel Sekuritas, Lana Soelistianingsih menuturkan, pemerintah memang perlu memikirkan untuk mengembangkan sektor hulu dan hilir. Hal ini dilakukan untuk mengurangi impor. Selama ini, investor telah membangun pabrik di Indonesia tetapi sayangnya pabrik untuk merakit.
"Seharusnya bahan baku juga berasal dari Indonesia, dan dirakit juga di sini. Jangan produsen HP buat pabrik dan rakit di sini tetapi bahan bakunya dari luar negeri," kata Lana.
Advertisement
(Fik/Ahm)