Liputan6.com, Jakarta - Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebut Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto dan direksi lain harus melakukan dua hal supaya BUMN ini bisa keluar dari kubangan utang ratusan triliun rupiah. Salah satunya membubarkan Petral.
Direktur FITRA, Uchok Sky Khadafi mengatakan, anak usaha Pertamina yang berbasis di Singapura harus segera dibubarkan karena menjadi sarana mafia migas mengeruk keuntungan.
"Ini langkah pertamanya. Karena selama ini modus Petral membeli minyak ke trader, harusnya Pertamina bisa beli langsung ke produsen. Lebih menguntungkan dibanding beli ke trader," ujar Uchok di Jakarta, Minggu (30/11/2014).
Kata Uchok, trader Petral banyak berasal dari kalangan perminyakan maupun politisi di Indonesia. Sehingga posisi tersebut sangat menyulitkan bagi Petral maupun Pertamina untuk mengamankan kekuasaan.
"Kalau mau kekuasaan aman, harus beli minyak ke trader, nah mafia bekerja di situ. Kalau mafia migas digoyangkan, maka kekuasaan di Indonesia bisa juga digoyangkan lagi," terangnya.
Keuntungan pembubaran Petral buat Indonesia, menurut dia, Pertamina akan jauh lebih untung. Utang ratusan triliun rupiah bisa terbayar dan rakyat Indonesia akan membeli harga minyak lebih murah.
Posisi utang Pertamina pada tahun lalu sebesar Rp 288,4 triliun. Jika diitung dari aset yang mencapai Rp 135,2 triliun, Pertamina punya sisa utang Rp 177,8 triliun.
"Tapi kalau saya lihat Tim Reformasi Tata Kelola Migas dipimpin Faisal Basri tidak akan membubarkan Petral," tegas Uchok.
Lebih lanjut, dia khawatir Dwi Soejipto akan mampu membayar utang tersebut. Sebagai gambaran, saat menjabat sebagai Direktur Utama PT Semen Indonesia hanya pernah menggarap utang Rp 8,9 triliun.
Ucok memaparkan kinerja Dwi selama di Semen Indonesia hanya mengelola pendapatan aset perusahaan sebesar Rp 18,8 triliun, dengan pendapatan per tahun Rp 24,5 triliun.
Advertisement
Sedangkan saat ini, Dwi harus mengelola aset Pertamina sebesar Rp 135,2 triliun dengan pendapatan Rp 639,9 triliun. "Mengelola Pertamina dengan Semen Indonesia, ini seperti bumi dan langit," ungkap Ucok.
Langkah kedua, sambungnya, Pertamina harus kembali menguasai 20 blok migas yang akan habis kontraknya pada 2019 mendatang. Pengambilalihan tersebut guna meningkatkan produksi minyak mentah sesuai dengan target pemerintah.
"Kalau nggak bisa terpenuhi liftingnya, Pertamina cuma akan jadi bancakan semua orang," tandas Uchok.
Dia kembali meragukan kemampuan Dwi yang saat ini tak punya pengalam mengelola aset lebih dari ratusan triliun. Jika aset tak terkelola dengan baik, Pertamina sulit bisa menyaingi perusahaan BUMN sekelas perusahaan migas asal Malaysia, Petronas.
Dia berharap Pertamina tidak bangkrut. "Sudah jelas Pertamina punya masalah utang yang harus dikelola agar perusahaan jangan bangkrut," jelas Ucok. (Fik/Ahm)