Liputan6.com, Jakarta - Data-data ekonomi Indonesia tampaknya tidak bergerak begitu baik saat ini. Bagaimana tidak, indeks harga konsumen melambung ke level tertinggi dalam lima bulan terakhir pada November sementara ekspor pada Oktober merosot lebih parah dari prediksi.
Mengutip data yang dihimpun Financial Times, Senin (1/12/2014), indeks harga konsumen di Tanah air meningkat 6,23 persen dari setahun sebelumnya. Angka tersebut naik dari level 4,8 persen pada Oktober tahun lalu.
Baca Juga
Itu juga merupakan angka tertinggi sejak Juni dan berada di atas proyeksi para ekonom di level 6,12 persen.
Advertisement
Lompatan inflasi tersebut terjadi untuk ketiga kalinya secara berturut-turut dan hanya berselang dua minggu setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menaikkan harga BBM.
Di saat yang sama, ekspor Indonesia justru melemah hingga 2,3 persen sepanjang Oktober dan mengakhiri tren peningkatan dua bulan sebelumnya. Sementara para ekonom hanya memprediksi pelemahan ekspor 1,45 persen.
Sejumlah ekonom sebelumnya memprediksi tingkat ekspor melemah setelah harga komoditas menurun khususnya untuk minyak dan gas. Sementara itu, nilai tukar rupiah melemah ke level terendah dalam 11 bulan terakhir.
Melansir data Bloomberg, indeks purchasing manager HSBC untuk Indonesia merosot ke level 48 dari 49,2 pada Oktober. Angka tersebut merupakan level terendah sejak 2011.
Angka di bawah level 50 poin menunjukkan adanya kontraksi dalam pergerakan bisnis manufaktur di Tanah Air. Hasil produksi berkontraksi dengan laju tercepat sejak Januari 2012.
"Kenaikkan harga BBM pada November merupakan faktor di balik rendahnya indeks purchasing manager Indonesia. Permintaan eksternal yang melemah juga merupakan faktor pendorong melemahnya bisnis manufaktur di Tanah Air," ungkap Ekonom Asia Tenggara di HSBC Su Sian Lim.(Sis/Nrm)
Â