Liputan6.com, Jakarta - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengakui bahwa kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tiap tahunnya selalu menimbulkan masalah.
Menurutnya, setidaknya ada 3 hal yang menyebabkan kenaikan upah ini selalu dipermasalahkan baik bagi buruh maupun bagi pengusaha.
Masalah pertama, yaitu meningkatnya upah minimum setiap tahun tidak diimbangi dengan produktifitas dari para buruh.
"Kepentingan terbesar kita yaitu mengembangakan dunia industri. Sedangkan akar masalah dari regulasi upah minimum yang menyebabkannya harus naik, tetapi produkstifitas tidak mengalami kenaikan," ujarnya di Apindo Training Center (ATC) di Graha Permata Kuningan, Jakarta, Senin (1/12/2014).
Masalah kedua, yaitu upah minimum harus naik tiap tahun, tetapi ditujukan oleh semua jenis industri, baik skala besar maupun kecil. "Sedangkan kenaikan upah ini untuk industri kecil sangat sulit," lanjut dia.
Masalah ketiga, kenaikan upah hanya dinikmati pekerja sektor formal sedangkan para pekerja di sektor informal tidak dapat menikmati kenaikan tersebut.
"Upah minimum ini dianggap tidak realistis, karena lebih besar dari PNS golongan 3. Maka kami ingin rumuskan formula bersama-bersama untuk menemukan solusi terbaik. Dan forum bipartit saya rasa harus terus diintensfikan," katanya.
Selain itu, Hanif menyatakan bahwa saat ini sudah seharusnya besaran upah yang ditetapkan bagi buruh tidak selalu berpatokan pada besaran Kebutuhan Hidup Layak (KHL), tetapi juga tergantung pada produktifitas buruh dan kemampuan dari sektor usaha itu sendiri.
"Upah tidak melulu bergantung pada KHL tetapi juga tergantung produktifitas dan kemampuan sektor usaha. Dan KHL itu tidak melulu menjadi tanggungan pengusaha, tetapi pemerintah seperti perumahan," tandasnya. (Dny/Gdn)
Tiga Hal Ini Bikin Penetapan UMP Selalu Menimbulkan Gejolak
Masalah pertama, yaitu meningkatnya upah minimum setiap tahun tidak diimbangi dengan produktifitas dari para buruh.
Advertisement