Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengungkapkan, persoalan harga bukan kendala perkembangan dari transaksi bisnis online (online shop). Hal ini membuat perkembangan belanja online di Indonesia semakin pesat.
Anggota idEA, Budi Gandasoebrata mengatakan, perkembangan online shop di Indonesia bahkan lebih terasa ketimbang negara maju seperti Amerika Serikat. Lantaran akses beli barang lewat toko offline di Indonesia relatif sulit.
"Online shop lebih terasa dari pada Amerika Serikat. Di sana itu ada Walmart kemudian jalanan luas tidak macet orang mau ke sana gampang. Saya dari Cikini ke sini (Jalan Sudirman) 10 menit kalau malam. Kalau siang 1 jam. Belanja online lebih terasa di Indonesia dibandingkan Amerika. Dari pada nyari handphone ketimbang di ITC, Kasablanca," kata dia di Jakarta, Kamis (4/12/2014).
Dia mengatakan, saat ini pengguna layanan belanja online mencapai 13 juta jiwa. Diperkirakan pengguna belanja online tumbuh sebanyak 20 persen pada 2016.
Pihaknya mengatakan berdasarkan survei yang telah dilakukan ada beberapa faktor yang membuat masyarakat enggan bertransaksi melalui belanja online. Salah satunya tidak percaya akan kualitas barang serta informasi penyedia layanan belanja online.
"Sebanyak 42 persen mereka tak yakin kualitas produk karena orang beli ingin pegang barangnya. Lalu 40 mereka nggak nyaman share nomor kartu kredit atau personal online," ujar Budi.
Dia mengatakan saat ini kecenderungan belanja online masih menggunakan akses individual melalui jejaring sosial yang diharapkan akan bergeser ke badan usaha. "Along the way justru bagus kalau badan usaha akan ada trust belanja online," tandas dia. (Amd/Ahm)