Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta lebih transparan terkait kontrak-kontrak minyak dan gas (migas). Ini guna menghindari celah adanya oermainan dalam kontrak migas tersebut, terutama menyangkut hajat hidup orang banyak.
"Prinsipnya pemerintah mesti terbuka dan transparan terkait kontrak-kontrak migas yang sifatnya g to g ataupun b to b. Termasuk dalam kasus Sonangol," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman di Jakarta, Jumat (5/12/2014).
Menurut dia jika itu kontrak tersebut merugikan negara maka harus ditolak. Jokowi mesti tegas memeriksa lagi soal tindaklanjut dalam pembicaraan soal kontrak, seperti dengan Sonagol EP.
Advertisement
Seperti diketahui, pemerintah mengimpor minyak dengan menggandeng Sonangol EP, perusahaan migas asal Angola
Kontrak kerjasama pembelian minyak mentah dari Sonangol dikatakan pemerintah akan menghemat sekitar Rp 11 triliun sampai Rp 15 triliun dari diskon US$ 15 per barel dari market price.
Menurut dia, Jika tak sesuai kesepakatan atau perjanjian awal, kontrak tersebut wajib ditolak. Jangan sampai, kesepakatan yang ada, justru membuka celah bagi masuknya broker-broker migas baru yang berpotensi menguatkan jejaring mafia migas baru.
"Publik dan DPR mesti kritis dan mengawasi pola kerjasama pembelian atau pengelolaan migas, sebab para mafia dan jejaringnya terus berusaha keras untuk membuka celah baru untuk eksistensi mereka," tambah dia.
Dia pun meminta Menteri BUMN Rini Soemarno dan Menteri ESDM Sudirman Said harus menjelaskan kelanjutan kerjasama Sonangol.
"Menteri ESDM Sudirman Said harus segera menjelaskan sejauhmana perkembangan kontrak Sonangol ini. Agar publik tahu, benarkah negara untung dengan skema pembelian yang ada, atau malah negara buntung," tegasnya. (Amd/Nrm)