Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan harga BBM bersubsidi yang dilakukan pemerintah pada November 2014 berdampak pada kenaikan inflasi. Namun dampak tersebut dinilai hanya bersifat sementara.
Ekonom Utama Bank Dunia untuk Indonesia, Ndiame Diop mengatakan, inflasi akibat kenaikan ini diperkirakan mencapai 7,5 persen pada tahun depan. Namun angka ini akan menurun secara pesat sebelum akhir 2015.
"Ini bila tidak ada gejolak lain," ujar Ndiame dalam Laporan Perkembangan Triwulan Perekonomian Indonesia oleh Bank Dunia, di Soehanna Hall, The Energy Building, SCBD, Jakarta, Senin (8/12/2014).
Menurut Ndiame, penghematan fiskal yang mampu dihasilkan dari kenaikan harga BBM bersubsidi akan lebih dari Rp 100 triliun. Dengan demikian akan memberikan ruang bagi pemerintah untuk menambah belanja publik bagi sektor-sektor yang prioritas seperti pelayahan kesehatan.
"Pembelanjaan yang lebih baik termasuk untuk pelayanan kesehatan dan program-program perlindungan sosial dapat mempercepat upaya pengentasan kemiskinan yang telah melambat beberapa tahun terakhir," lanjutnya.
Ndiame menjelaskan, untuk pelayan kesehatan bagi masyarakat, Indonesia selama ini hanya menghabiskan 1,2 persen dari PDB. Ini salah satu alokasi kesehatan terendah bila dibandingkan negara-negara lain di dunia. Maka dengan peningkatan alokasi untuk pelayanan kesehatan diharapkan tingkat kemiskinan di Indonesia bisa berkurang secara signifikan.
"Tanpa dukungan tambahan terhadap upaya pengentasan kemiskinan, tingkat kemiskinan di Indonesia yang kini sebesar 11,3 persen akan tetap berada di atas 8 persen pada 2018 sekalipun," tandasnya. (Dny/Ahm)
Harga BBM Naik, Inflasi Sentuh 7,5% pada 2015
Meski harga BBM naik dongkrak inflasi tapi memberi ruang bagi pemerintah untuk menambah belanja publik terutama pelayanan kesehatan.
Advertisement