Sukses

Menteri Ekonomi Kumpul Bahas Revisi APBN 2015

Pemerintah tengah sibuk membahas revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Liputan6.com, Jakarta - Menjelang tahun anggaran 2015, pemerintah sibuk membahas revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun depan.

Langkah ini berkaitan dengan pergerakan harga minyak dunia yang terus merosot dan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sehingga akan mempengaruhi asumsi makro Indonesia.

Dari pantauan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (16/12/2014), sejak pukul 09.00 WIB, beberapa menteri ekonomi sudah berkumpul di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Diantaranya Menko Perekonomian Sofyan Djalil, Menteri Perindustrian Saleh Husin, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan lainnya.

"Ya, kita rapat mengenai revisi APBN 2015. Tapi detailnya nanti saja," ungkap Saleh Husin kepada wartawan.

Senada, Sofyan mengaku, pemerintah akan merevisi asumsi-asumsi dasar makro. "Revisi asumsi, tapi nanti saja diumumkan pukul 12.00 WIB," tegasnya.

Lebih jauh dia menjelaskan, kurs rupiah menjadi salah satu mata uang yang melemah akibat perbaikan ekonomi AS. Kurs rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan luar biasa akibat dolar kembali ke AS dan antisipasi pertemuan The Fed pada 19 Desember ini.

"Ini tren global karena bukan cuma Indonesia saja tapi semua mata uang tertekan. Rupiah dibanding mata uang negara lain not do less, mengingat sampai hari ini depresiasinya 4 persen," papar dia.

Pemerintah dan Bank Indonesia, kata Sofyan, akan melakukan segala upaya untuk menjaga stabilitas rupiah, termasuk membuktikannya dengan kinerja Kabinet Kerja sehingga menimbulkan kepercayaan bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia.

"Kita bukanlah yang terburuk, karena bukan dari dalam negeri persoalannya. Politik kita stabil, kebijakan pemerintah dipuji semua orang, kabinet bekerja luar biasa keras, memperbaiki sistem investasi. Kita kerja baru dua bulan, tapi Anda lihat dampaknya pemerintah begitu komitmen," ujar dia.

Terkait membengkaknya utang swasta akibat kurs rupiah, lanjut Sofyan, adalah masalah yang harus diperhatikan meskipun pihak swasta pasti mempunyai cara dalam restrukturisasi utang.

"Supaya utang lebih terkontrol, pemerintah akan lebih banyak menggunakan dana yang tidak lewat mekanisme pasar. Bisa pinjaman lewat ADB, Bank Dunia, Jepang atau dari pemerintah mana saja sehingga utang bunga pemerintah lebih terkontrol," pungkas Sofyan.(Fik/Nrm)