Liputan6.com, Jakarta - Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Migas) berencana mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah terkait penghentian impor (penghapusan) bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dengan kadar oktan research of number (Ron) 88 seperti premium.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Mandiri Institute Destry Damayanti menilai penghapusan jenis BBM ini akan membuat Indonesia menyamai negara-negara lain yang telah menggunakan BBM Ron 92 ke atas.
Hal ini juga terkait dengan masalah pencemaran lingkungan yang menjadi isu global dalam beberapa tahun terakhir.
"Di global market sudah pakai Ron 92 karena terkait environment issue, Ron 88 kan polusinya lebih besar. Ini juga untuk mendapatkan benchmark yang lebih dekat dengan negara-negara lain supaya kalau kita compare menjadi lebih pas," ujarnya kepada Liputan6.com di Jakarta, seperti ditulis Minggu (21/12/2014).
Meski demikian, dia juga menilai penghapusan ini tidak bisa dilakukan secara langsung. Pasalnya kilang minyak yang ada di Indonesia hingga saat ini belum mampu memproduksi BBM Ron 92 ke atas.
"Kita kan banyak kilang-kilang kecil yang masih produksi Ron 88. Ini juga harus dipikirkan supaya mereka juga tidak tutup. Itu juga terkait masalah tenaga kerja dan modal yang sudah ditanamkan kalau tiba-tiba Ron 88 dihilangkan," lanjutnya.
Menurut Destry, penghapusan impor BBM ini harus dilakukan secara bertahap. Langkah pemerintah dengan menaikan harga BBM bersubsidi juga dinilai tepat untuk mengalihkan konsumsi masyarakat dari BBM Ron 88 ke Ron 92.
"Dengan harga Ron 88 (premium) yang semakin mendekati harga Ron 92, orang akan berpikir bahwa perbedaan harganya sudah tidak terlalu jauh. Selain itu mereka juga memikirkan dampak yang lebih baik terhadap mesin kendaraan jika menggunakan Ron 92. Tetapi harus dilakukan secara bertahap," tandas dia. (Dny/Nrm)