Liputan6.com, New York - Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) kini tengah bersiap-siap menaikkan suku bunganya yang diprediksi akan dilakukan pada Juli 2015.
Aksi The Fed kemungkinan besar memicu perbedaan antara bank sentral di Asia dalam menentukan arah kebijakannya dan membuat mata uang di kawasan tersebut bergerak variatif tahun depan.
Baca Juga
Dengan kondisi tersebut, Head of Foreign Exchange Strategy di Saxo Capital Markets, John Hardy memprediksi, dolar berpotensi menguat lebih jauh dengan peningkatan data-data ekonomi AS.
Advertisement
Meski begitu, terdapat dua mata uang Asia yang akan tetap mampu bergerak menguat di tengah terpaan kebijakan The Fed untuk menaikkan suku bunganya tahun depan.
Mengutip laman CNBC, Rabu (24/12/2014), sejauh ini, yuan China dan ringgit Malaysia akan menjadi dua mata uang Asia yang diprediksi ANZ mampu menguat.
"Untuk yuan, kami memprediksi pemerintah China mampu memelihara stabilitas mata uangnya dengan surplus perdagangan dan peningkatan minat investasi para investor pada sejumlah aset China. Itu akan memperkuat yuan," ungkap para analis mata uang di ANZ.
Sementara itu, aksi jual ringgit pada Desember akibat proyeksi jatuhnya harga minyak diprediksi tak akan terjadi lagi tahun depan. Para analis memprediksi ringgit akan mengalami sedikit koreksi saja dari tingkat aksi jual tertentu.
"Tahun ini, dolar hanya menguat sekitar 1,6 persen terhadap ringgit," ungkap para analis tersebut dalam laporannya.
Sementara menurut para analis ANZ, won Korea akan menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia tahun depan. Itu lantaran persaingan ekspor Korea yang semakin melemah pekan ini dan adanya pesaing lebih hebat dari China.
"Sementara untuk yen, risiko program stimulus Bank Sentral Jepang sudah terlalu besar dan kami melihat adanya kerapuran kepercayaan diri pasar domestik terhadap yen pada 2015 diiringi tarikan dana asing," tandas Hardy.(Sis/Nrm)