Liputan6.com, Jakarta - Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan lembaganya akan terus mendorong investasi sektor industri padat karya karena memiliki nilai strategis untuk menggerakkan perekonomian melalui penyerapan tenaga kerja dan menyumbang devisa negara.
Hal tersebut diungkapkan Franky dalam acara Dialog dengan investor dan asosiasi industri makanan dan minuman (mamin), furniture dan mainan anak di Jakarta, Rabu (24/12/2015).
Dalam periode Oktober hingga 22 Desember tahun 2014, BKPM menerima komitmen nilai investasi untuk industri padat karya senilai US$ 672 juta atau setara Rp 8,37 triliun dari 4 investor.
Advertisement
Nilai investasi tersebut sangat mungkin bertambah karena sepanjang periode tersebut, BKPM mencatat ada 13 investor yang mengindikasikan minat investasi.
“Dialog ini merupakan upaya kami di BKPM untuk mendorong realisasi investasi di sektor padat karya, khususnya investor lama yang akan melakukan perluasan. Salah satunya adalah mengidentifikasi hambatan-hambatan dan fasilitasi yang dapat dilakukan BKPM,” jelas Franky.
Sebelumnya, pada Senin (22/12) kemarin, BKPM juga telah menyelenggarakan dialog dengan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri alas kaki.
Franky menambahkan, ada dua isu yang menjadi concern pelaku usaha di industri padat karya ketika akan melakukan perluasan investasi, yaitu kerumitan proses perizinan khususnya di daerah dan persoalan ketenagakerjaan.
Menanggapi masalah tersebut, dia menyatakan, proses integrasi perizinan baik di pusat dan daerah yang sekarang sedang dipersiapkan oleh BKPM merupakan langkah strategis untuk mengatasi masalah perizinan sehingga investor yang akan menambah investasinya dalam bentuk perluasan usaha menjadi lebih mudah.
“Sementara untuk isu ketenagakerjaan, BKPM akan mengkoordinasikan dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Tenaga Kerja, sehingga dapat mendukung berkembangnya industri padat karya. “ lanjut Franky.
Saat ini di Indonesia terdapat 7,5 juta pengangguran langsung dan 37 juta juta pengangguran terselubung (hanya bekerja selama dua jam) dan pertumbuhan 2,5 tenaga kerja baru setiap tahunnya.
Serap tenaga kerja
Sementara itu, kalangan asosiasi industri yang hadir menyatakan kesiapannya untuk perluasan investasi dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekspor dan penyerapan tenaga kerja. Rudi T Luwiya dari Asosasi Mebel Indonesia (Asmindo) menyatakan nilai ekspor mebel Indonesia saat ini mencapai US$ 1,8 Miliar dari potensi pasar mebel dunia sebesar US$ 400 miliar.
Sementara tenaga kerja yang terserap sebanyak 3,6 juta orang. Angka tersebut masih di bawah Vietnam di mana ekspor mebelnya sudah mencapai US$ 5,2 miliar.
“Potensi pengembangan mebel Indonesia cukup besar. Apabila hambatan investasi dapat dhilangkan, kami yakin dapat meningkatkan ekspor dan penyerapan tenaga kerja hingga dua kali lipat,” urai Rudy.
Hal senada juga dikemukakan Thomas Darmawan, pelaku industri pengolahan hasil laut. Menurutnya apabila terdapat bahan baku ikan hingga 1 juta ton, industri pengolahan hasil laut dapat menyerap 500 ribu angkatan kerja baru dan meningkatkan nilai ekspor hingga US$ 15 Miliar dari yang ada saat ini.
“Kebijakan moratorium izin penagkapan ikan yang dikeluarkan Menteri KKP dapat mendukung tercapainya target tersebut,” tambah Thomas. (Ndw)