Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diingatkan untuk berhati-hati saat melaksanakan penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) Ron 88 atau BBM jenis premium.
Analis Energi Bower Group Asia, Rangga R Fadilla mengatakan, dalam melakukan penghapusan premium harus dilakukan secara bertahap atau tidak bisa langsung.
"Penghapusan RON 88 ide yang bagus. Tapi implementasinya harus hati-hati dan tidak bisa langsung diterapkan," kata Rangga, di Jakarta, Minggu (4/1/2014).
Menurut Rangga, penghapusan premium dilakukan bertahap karena kilang yang dimiliki Pertamina belum seluruhnya bisa memproduksi pertamax, jika penerapan penghapusan premium secara langsung akan meningkatkan impor BBM Indonesia.
"Kalau diterapkan secara langsung sama saja kita terbebani impor ujung-ujungnya, walaupun mungkin subsidinya lebih sedikit," tuturnya.
Selain itu, untuk meningkatkan kehandalan kilang yang sudah udzur agar bisa memproduksi Pertamax juga membutuh waktu dan investasi yang besar.
"Butuh investasi yang tidak sedikit buat upgrade kilang-kilangnya," ungkap Rangga.
Pemerintah memberi waktu PT Pertamina (Persero) selama 2 tahun untuk menerapkan rekomendasi Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Ron 88 atau yang biasa dikenal Premium.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan, dalam waktu maksimal dua tahun Pertamina akan menyiapkan diri menghapus Premium untuk digantikan oleh BBM Ron 92 atau setara dengan Pertamax.
"Pertamina diberikan waktu selamanya 2 tahun menyiapkan diri, ron 88 ditinggalkan beralih ke 92," tutupnya. (Pew/Gdn)
Pemerintah Harus Hati-Hati dalam Menghapus Premium
"Butuh investasi yang tidak sedikit buat upgrade kilang-kilangnya," ungkap Rangga R Fadilla, Analis Energi Bower Group Asia.
Advertisement