Liputan6.com, Semarang - Kebutuhan hunian rumah yang sangat tinggi di Semarang, Jawa Tengah tak serta merta membuat pengembang memanfaatkan peluang untuk mengeruk keuntungan.
Setelah terkena imbas kenaikan harga BBM bersubsidi pada pertengahan November 2014, harga material bangunan telanjur naik, sehingga ketika diturunkan lagi, tak berpengaruh banyak.
Harga perumahan di Semarang sempat mengalami kenaikan 10-15 persen sejak 21 Desember 2014. Kini, setelah harga Premium diturunkan menjadi Rp 7.600, harga perumahan kembali diturunkan.
Advertisement
Menurut Assistant Sales Manager Sentraland Semarang, Khairul Anam, menjelaskan kenaikan harga properti pada Desember 2014 selain imbas kenaikan harga BBM yang tinggi, juga karena penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
"Kami sudah berkomitmen menaikkan harga pada akhir Desember lalu sebesar 10 persen, namun saat harga BBM turun, kami berhitung kembali dan menaikkan harga sekitar 5 persen dari harga sebelumnya," kata Anam, Rabu (7/1/2015).
Menurut Khairul, naik turunnya harga material tak berpengaruh pada penjualan atau permintaan pasar. Namun memang sangat berpengaruh pada biaya pembangunan.
Wakil Ketua Bidang Promosi, Humas, dan Publikasi REI Jateng, Dibya Hidayat justru menyebutkan harga properti berbeda dengan komoditas lain. Meski harga BBM turun tetapi tak bisa diikuti dengan harga properti. Apalagi sejak Desember 2014, harga properti sudah telanjur naik karena nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Biaya produksinya terjadi saat kenaikan, apalagi rumah merupakan kebutuhan primer meskipun harganya naik tetap dicari masyarakat. Saya optimistis tahun ini bisnis properti bagus, semoga kami mendapat dukungan pemerintah melalui suku bunga KPR," kata Dibya. (Edhie P/Ahm)