Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah berencana mengubah harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam waktu 2 minggu sekali, seperti layaknya pertamax. Saat ini pemerintah menetapkan perubahan untuk premium ditinjau per bulan.
Lalu apa tanggapan pengusaha stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) terhadap wacana tersebut?
Menurut Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi, kebijakan yang dibuat pemerintah tersebut akan merepotkan pengusaha SPBU.
Advertisement
"Kebijakan itu lebih ribet bagi kami karena harga naik turun tiap bulan," kata Eri saat berbincang dengan Liputan6.com, Jumat (10/1/2015).
Dengan perubahan harga tiap dua minggu sekali, posisi stok yang dimiliki pengusaha SPBU berubah-ubah, bisa lebih mahal atau lebih murah. Menurut dia, pengusaha SPBU memang akan untung jika membeli stok saat harga murah, lalu pada perubahan dua mingguan, harga premium dinyatakan naik.
Namun, jika mereka membeli stok dengan harga mahal, lalu harga diturunkan, pengusaha bisa rugi. Mekanisme seperti ini belum pernah dialami pemilik SPBU. "Kalau harga nebus lebih mahal dibanding harga jual dan ini terjadi terus menerus bisa tutup SPBU karena rugi," katanya.
Dia mengaku para pengusaha SPBU menanggung kerugian hingga ratusan miliaran rupiah karena sudah membeli stok BBM dengan harga mahal, lalu pemerintah menurunkan harga premium dan solar pada 1 Januari 2015.
"Kami rugi ratusan miliar rupiah. Kami jadi korban, tidak adda koordinasi, tidak dimintai pendapat tiba-tiba harga BBM diturunkan," jelas dia. (Ndw)