Liputan6.com, Jakarta - Kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 tujuan Surabaya-Singapura di Selat Karimata mengundang banyak perhatian masyarakat dan para pejabat pemerintahan.
Bagaimana tidak, di tengah ketatnya persaingan antar maskapai dan meningkatnya jumlah penumpang angkutan udara, terjadi kejadian yang membuat trauma semua pihak.
Ketika diumumkan pesawat yang membawa 155 penumpang tersebut hilang kontak, seketika itu Bandara Internasional Juanda, Surabaya langsung diserbu para keluarga penumpang yang mayoritas berasal dari Surabaya untuk mencari kebenaran akan informasi itu.
Otoritas Bandara, AirAsia hingga Pemerintah Kota Surabaya seketika kewalahan melayani para keluarga penumpang yang datang dengan perasaan cemas.
Walikota Surabaya, Tri Rismaharini menceritakan apa yang terjadi di wilayahnya tersebut merupakan yang pertama kali. Sehingga semua tidak siap untuk kejadian tersebut.
"Tidak pernah terbayangkan dan tidak pernah terjadi seperti ini bagi pemerintah kota sebelumnya, ini menjadi yang pertama kali kejadian seperti ini bagi kita," kata Risma di Jakarta, seperti yang ditulis, Sabtu (10/1/2015).
Risma menceritakan hari pertama informasi hilangnya pesawat tersebut situasi di Terminal 2 Bandara Juanda masih kacau balau, belum ada koordinasi yang terkontrol saat itu.
Tidak ada kesiapan dari pihak otoritas bandara dan AirAsia tersebut membuat Risma langsung memerintahkan jajaran pejabat pemerintahnya untuk langasung aktif memenuhi apa yang diperlukan oleh para keluarga, mulai dari informasi hingga logistik bagi para keluarga.
"Semua keperluan keluarga, cetak-cetak data keluarga, fotocpy KTP juga kita bantu, saya lakukan itu," cerita Risma.
Tidak hanya itu, Risma mengaku tidak ingin merepotkan pihak AirAsia dengan berusaha untuk sebisa mungkin memberikan pelayanan dan ketenangan bagi para keluarga.
Saat itu juga dirinya memutuskan untuk akan lebih banyak menghabiskan waktunya di Crisis Centre di Bandara Juanda untuk menemani para keluarga menunggu kepastian para anggota keluarganya yang menjadi penumpang pesawat tersebut.
"Seluruh tim kami siaga 24 jam di Crisis Centre, saya juga perintahkan untuk jaga rumah-rumah korban yang meninggal satu keluarga, karena pasti rumah itu kosong, jadi harta bendanya harus dijaga," paparnya.
Setelah mendapat kejelasan mengenai adanya korban yang sudah ditemukan, Risma juga langsung berkoordinasi untuk melengkapi alat-alat pendukung di RS Bayangkara mengingat pastinya RS tersebut akan menjadi posko identivikasi para korban AirAsia.
"Terus terang di RS Bayangkara tidak akan mengira akan menerima jenazah sebanyak itu, sampai saya sendiri harus menyemprotkan (obat) biar tidak ada lalat disitu, saya tidak pernah terbayangkan akan seperti itu, karena memang koindisinya seperti itu," katanya.
Seakan tidak mau membiarkan para keluarga korban berada dalam kecemasan, Risma juga menyurati salah satu Kepala Sekolah di Singapura untuk membiarkan dua orang muridnya diizinkan kembali ke Indonesia mengingat satu keluarga yang ingin mengunjunginya menjadi penumpang QZ8501.
"Pokoknya anak-anak ini saya akan berusaha kawal sendiri, jangan sampai mereka terlantar," jelas Risma.
Hingga saat ini, Risma masih terus berusaha memberikan kepastian dan menenangkan para keluarga korban. Salah satunya, kemarin dirinya telah menyambangi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memastikan pencairan klaim asuransi bagi para keluarga korban.
Dalam pertemuannya, dia meminta kepada pihak OJK untuk juga mengawal pemberian klaim tersebut utuh sampai ditangan ahli waris tanpa ada potongan-potongan yang dikhawatirkan. (Yas/Ndw)