Sukses

Ada Kesenjangan RPJMN dan Nawacita Jokowi

Politikus PDI-P Eva Sundari mengkritik rencana pembangunan jangka menengah nasional dan program Nawacita Presiden Joko Widodo.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 merupakan terjemahan dari visi misi Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam penyusunannya, dokumen tebal terdiri dari tiga buku ini ditemukan beberapa kesenjangan dengan program Nawacita Presiden ke-7 RI ini.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Eva Kusuma Sundari mengkritisi rancangan teknokratik RPJMN lima tahun ke depan yang disusun Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) seperti dipaksakan ke arah Nawacita Presiden Jokowi.

"Target Nawacita seperti penurunan gini rasio dan mal nutrisi tidak bunyi di RPJMN Teknokratis. Justru program MP3EI yang dominan karena rancangan RPJMN sudah disusun Februari 2014, saat era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)," terang dia dalam Diskusi RPJMN di Jakarta, Minggu (11/1/2015).

Eva menyebut, beberapa contoh kesenjangan RPJMN dan Nawacita yakni, pertama, Nawacita memberi tekanan pada misi mengurangi kesenjangan ekonomi dengan target 0,30 persen pada 2019, sedangkan RPJMN tidak memberikan perhatian pada target ini.

Kedua, Nawacita memberikan perhatian besar pada pengurangan barang impor bahan baku dan barang modal 5 persen per tahun. RPJMN tidak memberi perhatian pada target tersebut.

"Ketiga, Nawacita mencanangkan target rasio pajak 16 persen terhadap GDP hingga 2019, sementara RPJMN hanya menargetkan optimalisasi penerimaan negara," terang Eva.

Presiden Jokowi, sambung dia, telah menemui seluruh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan sepakat pada penambahan penerimaan pajak Rp 600 triliun pada tahun ini.

"Kanwil siap dengan target ini, karena dari rasio pajak masih 52 persen, sedangkan 48 persen tidak terdeteksi karena nggak mau bayar atau ngemplang pajak. Tapi terakhir Ditjen Pajak minta turunin target rasio pajak menjadi 14 persen dari 16 persen, meski Jokowi mintanya 19 persen," tegas dia.

Kesenjangan keempat, Eva bilang, beberapa target bidang kesehatan RPJMN cenderung konservatif. Angka kematian ibu dan anak dalam RPJMN ditargetkan 306 per 100 ribu pada 2019. Sementara Nawacita memasang target 102.     

Kelima, Nawacita memproyeksikan prevelensi bayi gizi buruk nol persen sampai lima tahun mendatang dan RPJMN hanya turun sampai 17 persen di 2019.

"Indikator dalam bidang pendidikan pun masih dalam rangka implementasi kurikulum 2013, karena hampir pasti tidak akan terlaksana oleh Kementerian Kebudayaan, Pendidikan Dasar dan Menengah," cetus Eva.

Saat ini, penyusunan dokumen RPJMN 2015-2019 sudah mencapai tahap akhir dan tinggal menunggu pengesahan. (Fik/Ahm)