Liputan6.com, Jakarta - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkapkan investasi untuk sektor baja sebagai subtitusi impor masih terhambat. Terlihat, dari data Organization for Economic Corporation Development (OECD) tahun 2013, kebutuhan baja 12,69 juta ton, sedangkan 8,19 juta ton berasal dari impor dengan nilai US$ 14,9 miliar.
Padahal, Kepala BKPM Franky Sibarani mengatakan proyek dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penenaman Modal Asing (PMA) sektor baja yang telah memperoleh izin prinsip (pipeline projects) periode 2010-2014 cukup besar. Adapun nilainya masing-masing Rp 59,8 triliun dan US$ 15,2 miliar.
Sayangnya, untuk realisasinya masih minim untuk PMDN hanya Rp 17,2 triliun dan PMA US$ 4,8 miliar.
"Permasalahan subtitusi impor memang pertumbuhannya kurang menggembirakan 5-10 tahun terakhir," kata dia, Jakarta, Selasa (13/1/2014).
Dia mengaku sedang melakukan pengecekan dan memfasilitasi rencana investasi yang masuk dan bersinergi dengan kalangan investor untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
Dia bilang, ada beberapa isu yang dikeluhkan pengusaha baja salah satunya kenaikan tarif listrik dan prioritas penggunaan produk baja dalam negeri.
"Peran BKPM mengurangi sumbatan sektor ini," papar Franky.
Padahal, dia menuturkan potensi pemanfaatan sektor ini begitu besar. Jumlah tenaga yang terserap dari 2010 sampai kuartal III 2014 mencapai 148.851 pekerja. Di mana, 58 persen di antaranya diserap oleh PMA.
Advertisement
Adapun lima investor besar baja yang ada di Indonesia yakni Korea Selatan, Jepang, British Virgin Island, Republik Rakyat Tiongkok dan Singapura. (Amd/Ndw)