Liputan6.com, Jakarta - Pemberlakuan sistem devisa bebas belakangan menuai kritik dari beberapa pihak. Hal itu lantaran sistem tersebut membuat penyerapan devisa tidak maksimal.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo mengatakan, tidak terserapnya devisa bukan karena sistem devisa bebas. Melainkan, kondisi neraca perdagangan RI yang didominasi impor.
"Bagaimana pengembangan dilakukan pemerintah, mendorong industri meningkatkan ekspor mengurangi impor. Selama lebih banyak impor, daripada ekspor, pakai sistem devisa apa aja tekor," tuturnya, Kamis malam (22/1/2014).
Dengan kondisi tersebut, Perry bilang lebih baik pengusaha mengedepankan sistem lindung nilai. Itu sebagai antisipasi risiko terhadap nilai tukar.
"Pengusaha penting untuk lindung nilai. Makanya kami keluarkan ketentuan wajib bagi perusahaan melakukan lindung nilai. Supaya dampak nilai tukar bisa dikelola baik. Kalau lindung nilai tidak ada risiko karena sudah diasuransi," paparnya.
Pernyataan itu seolah menjadi jawaban keluhan Wakil Ketua Kadin Bidang IT Didie W Soewondho yang meminta pemerintah memodifikasi rezim devisa bebas. Dari data dia, saat ini sekitar US$ 150 miliar hingga US$ 170 miliar hasil ekspor yang diam di Singapura.
Dia mengatakan, BI telah melakukan perbaikan, salah satunya dengan mengeluarkan keputusan untuk eksportir yang pendanaan melalui perbankan Indonesia maka wajib melaporkan hasil devisa. Namun, hal itu juga dinilai belum memuaskan.
"Jadi kalau ekspor, permodalannya dari bank dalam negeri, maka wajib melaporkan. Tapi kalau saya melakukan ekspor dari modal sendiri atau dari luar negeri itu tidak wajib," ujarnya. (Amd/Gdn)
BI: Impor Besar Bikin Devisa RI Tak Gemuk
:Selama lebih banyak impor, daripada ekspor, pakai sistem devisa apa aja tekor," tutur Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo.
Advertisement