Sukses

Pelaku Usaha Baja Kembali Mengadu ke Pemerintah Kian Tertekan

ari sisi eksternal industri baja tertekan oleh turunnya harga minyak dunia. Turunnya harga minyak menyeret komoditas lain.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia (The Indonesian Iron & Steel Industry Association/IISIA) mengungkapkan, industri baja di tanah air mengalami tantangan yang berat. Pasalnya, industri baja mengalami tekanan baik dari eksternal maupun internal.

Ketua IISIA  Irvan Kamal Hakim mengungkapkan, dari sisi eksternal industri baja tertekan oleh turunnya harga minyak dunia. Turunnya harga minyak menyeret komoditas lain tak terkecuali baja.

"Kita tahu minyak US$ 40- US$ 50 per barel. Jadi kalo jatuh, biasa harga komoditas jatuh. Justru itu yang kami suara bersama asosiasi. Kira-kira apa langkah pemerintah merespon terjadi pelemahan ekonomi global, jatuhnya minyak, situasi Rusia," kata dia saat berkunjung ke Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Jumat (23/1/2015).

Dia mengatakan, dari industri baja juga tertekan oleh mahalnya harga energi gas alam. Dia bilang dari data Bloomberg harga gas alam US$ 2,8 per MMBTU. Sementara di Malaysia harga gas alam dijual ke industri US$ 4 MMBTU.

"Di sini sampai US$ 7 sampai US$ 9,3 MMBTU," katanya.

Hal itu belum lagi dengan peningkatan upah buruh yang akhirnya menimbulkan tambahan beban pada industri. Kemudian disusul oleh kenaikan harga listrik sebanyak 86 persen selama 8 bulan.

Menurut dia, seharusnya ditengah harga energi yang murah harus ada penyesuaian.

"Jadi tidak logis pada saat yang sama industri kehilangan daya saing karena global, pelemahan rupiah, peningkatan upah buruh. Plus harga energi yang tidak menyesuaikan sementara BBM premium turun," tandasnya. (Amd/Nrm)