Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA) mengusulkan penghapusan tarif batas atas dan batas bawah oleh pemerintah. Penghapusan ini tentu harus diiringi perubahan Undang-undang (UU) yang memayungi tarif penerbangan.
Sekretaris Jenderal INACA, Tengku Burhanudin menyoroti tarif atau harga tiket pesawat yang selalu menjadi permasalahan ketika beban maskapai penerbangan semakin berat akibat pelemahan kurs rupiah maupun kenaikan harga minyak dunia.
"Tarif penerbangan selalu diributkan. Makanya tarif tidak usah diatur. Biarin saja maskapai yang jual tiket dengan harga murah, bisa rugi atau yang jual kemahalan berdampak ke okupansi penumpang," jelas dia kepada wartawan saat Diskusi Bukan Cari Kambing Hitam Selamatkan Penerbangan Nasional di Jakarta, Minggu (25/1/2015).
Advertisement
Namun kata Burhanudin, benturan datang dari UU dalam penghapusan tarif penerbangan. Menurut Tengku, dalam UU, tarif batas atas harus diatur oleh pemerintah, kecuali ada perubahan UU tersebut.
"Ada kelemahan tarif batas atas kalau diatur pemerintah, di mana setiap ada perubahan biaya asuransi, kurs rupiah dan harga avtur, maka maskapai menuntut tarif itu dinaikkan. Dan biasanya nggak cepat. Sedangkan kalau tarif batas bawah, dipertanyakan keamanannya," terang dia.
Lebih jauh tambah Tengku, penerbangan berbiaya murah (low cost carrier/LCC) menetapkan tarif 85 persen atau lebih rendah dibanding penerbangan full sevices seperti Garuda Indonesia sebesar 100 persen. LCC, sambung dia, merupakan salah satu model yang ada pada UU.
"Kalau LCC tetapkan tarif 85 persen dibagi jumlah penumpang 200 orang, maka biayanya jauh lebih murah dibanding full services karena penumpangnya terbatas," paparnya. (Fik/Ahm)