Liputan6.com, Jakarta - Menjelang 100 hari masa Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Jakarta menilai masih terjadi carut marut pada kehidupan ekonomi dan sosial politik rakyat.
Kondisi tersebut dipicu ketidakpastian kebijakan ekonomi yang menyebabkan harga kebutuhan pokok bergejolak tidak terkendali.
Carut marut itu sangat terasa ketika awal penyusunan kabinet yang sangat kental dengan bagi-bagi jabatan dan penunjukan pimpinan pada lembaga strategis atas dasar perkoncoan, mulai dari pengangkatan jajaran menteri seperti Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri ESDM Sudirman Said serta jajaran direksi perusahaan pelat merah Pertamina dan tim Reformasi Tata kelola Migas.
"Ada satu kata kunci dalam permasalahan Pemerintahan saat ini, yaitu pembajakan harta kekayaan negara dan rakyat. Dapat disimpulkan ini merupakan pergantian mafia lama diganti dengan mafia baru," kata Pengamat AEPI Salamuddin Daeng di Jakarta, Rabu (28/1/2015).
Advertisement
Dia mencontohkan, seperti sektor migas, yang dipegang suatu kelompok tertentu. Bagaimana reformasi di jajaran direksi Pertamina hingga penunjukan Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Daniel Purba.
"Lalu kemarin ISC dikabarkan telah deal dengan sonangol dengan skema B to B untuk import minyak mentah, artinya tidak discount all market price, Intinya sih sama saja kita impor, tapi pengimpornya yang berbeda, begitu juga tender crude oil yang kemaron dilaksanakan jauh dari transparansi yang selama ini di gemborkan, ada kebohongan publik di sini, " ujarnya.
Daeng menerangkan, alih-alih pemerintah membenahi tata kelola migas atas nama reformasi ternyata hanya berujung mengganti pemain lama dengan mafia baru, yang bahkan dilakukan dengan merecoki rantai suplai migas Nasional dan ini sangat berbahaya bila tidak on schedule, bisa ada kelangkaan BBM. (Nrm)