Sukses

Harga Barang di Yugoslavia Pernah Naik Hingga Triliunan Persen

Salah satu kasus hiperinflasi terparah di dunia pernah menimpa Yugoslavia yang per harinya naik 65 persen

Liputan6.com, Belgrade - Serangkaian babak hiperinflasi terparah di dunia muncul di beberapa negara sepanjang sejarah. Bahkan beberapa negara maju dengan perekonomian terbesar saat ini seperti China, Jerman, dan Prancis juga pernah diterjang hiperinflasi parah.

Salah satu kasus hiperinflasi terparah di dunia pernah menimpa Yugoslavia. Tak tanggung-tanggung, tingkat inflasi hariannya mencapai 65 persen.

Harga-harga barang naik dua kali lipat setiap 34 jam sekali. Jatuhnya kepemimpinan Uni Soviet juga mengurangi peran Yugoslavia di kancah internasional, yang sebelumnya menjadi pemain kunci geopolitik di wilayah Barat dan Timur.

Perang Yugoslavia di Bosnia dan Herzegovina yang multi-etnis meninggalkan jejak berupa krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan. Salah satu dampaknya adalah kasus hiperinflasi terparah sepanjang sejarah.

Berikut ulasan singkatnya seperti dikutip dari Business Insider, rogershermansociety.org, cato.org, dan sejumlah sumber lain, Rabu (4/2/2015):

2 dari 4 halaman

Yugoslavia pecah

Yugoslavia pecah

Jatuhnya Uni Soviet menyebabkan peran internasional Yugoslavia menurun sebagai pemain kunci yang menghubungkan kawasan Timur dan Barat. Partai Komunis yang berkuasa di Yugoslavia juga akhirnya berada di bawah tekanan.

Kondisi ini menyebabkan pecahnya Yugoslavia menjadi beberapa negara di sepanjang garis etnis. Selain itu, perang juga terjadi selama bertahun-tahun melibatkan berbagai entitas politik.

Dalam proses perpecahan tersebut, perdagangan antar wilayah bekas Yugoslavia ambruk disusul dengan penurunan drastis di sektor industri. Di saat yang sama, embargo internasional juga menerpa ekspor Yugoslavia, yang membuat sektor ekspornya berantakan.

Republik Federal yang baru terbentuk dari Yugoslavia, berbeda dengan negara-negara lain yang memisahkan diri seperti Serbia dan Kroasia, mempertahankan banyak dari birokrasi kembung yang ada sebelum perpecahan, berkontribusi terhadap defisit federal. Dalam upaya untuk menguangkan ini dan defisit lain, bank sentral kehilangan kendali atas penciptaan uang dan menyebabkan hiperinflasi.

Republik Federal Yugoslavia yang kemudian dibentuk mempertahankan birokrasi kembung yang sudah berantakan sebelum perpecahan terjadi. Kondisi itu memicu defisit federal.

Dalam upaya mengurangi defisit yang terjadi, bank sentral Yugoslavia justru hilang kendali dalam percetakan uang dan menyebabkan hiperinflasi.

3 dari 4 halaman

Perekonomian morat-marit

Perekonomian morat-marit

Demi mengatasi defisit anggaran di Yugoslavia, pemerintah terus mencetak uang demi mendanai kasus inflasi yang telah mencapai 25 persen per tahun. Itu membuat pemerintah terus bergantung pada pencetakan uang demi mendanai operasi finansial negara.

Pencetakan uang yang tak terkendali akhirnya menyebabkan hiperinflasi. Demi mengatasi hiperinflasi yang kian parah pemerintah lantas membuat jaringan toko dengan barang berharga murah.

Sayangnya, barang yang menjadi keperluan masyarakat sulit ditemukan di sana. Bahkan sejumlah stasiun pengisian bahan bakar milik pemerintah ditutup dan hanya tersedia di beberapa titik tertentu

Saking mahalnya harga bahan bakar saat itu, banyak pemilik mobil yang memutuskan untuk menggunakan transportasi umum. Tapi 1.200 bus umum yang biasanya beroperasi hanya tersisa 500 unit.

Bus yang ada tidak bisa memenuhi kapasitas penumpang yang tersedia. Tak hanya kendaraan pribadi, truk pengiriman, ambulan, mobil pemadam kebakaran dan mobil pemungut sampah juga tidak mendapatkan bahan bakar.

Pemerintah mengumumkan bensin hanya dijual ke para petani di musim tanam dan panen. Meski pemerintah sudah memutuskan untuk berhenti mencetak uang, tapi pihaknya masih kesulitan dana untuk membiayai operasi infrastruktur.

Banyak perusahaan tutup dan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat 30 persen.

4 dari 4 halaman

Harga melonjak parah


Harga melonjak parah

Antara 1 Oktober 1993 hingga 24 Januari 1995, harga- harga naik hingga 5 quadrilion persen. Artinya, 5 dengan 15 nol di belakangnya.

Struktur sosial mulai ambruk. Para perampok mencuri di rumah sakit dan klinik, di tempat umum manapun. Para pekerja di kereta api juga menggelar aksi mogok dan enggan bekerja.

Para pensiun juga telantar karena tidak mendapatkan dana pensiun meski uang berlimpah. Para pekerja mogok lantaran gaji yang diterima tidak sepadan dengan kebutuhan hidup yang meningkat drastis.

Pemerintah tetap mengunci sebagian besar dana tunai yang dicetaknya untuk tidak berkeliaran bebas di kalangan masyarakat. Sayangnya, hal itu justru menyebabkan masyarakat kesulitan membeli barang.

Pasar gratis yang disediakan pemerintah juga tidak cukup membantu karena masyarakat tetap tak bisa menemukan barang yang dibutuhkannya. Alhasil, harga terus melambung tinggi selama hampir empat tahun. (Sis/Ahm)