Liputan6.com, Jakarta - Buruh geram pada keputusan langkah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memberikan gaji fantastis ke pegawai negeri sipil (PNS) di Ibukota.
Bagaimana tidak? Buruh beberapa kali harus menelan pil pahit karena usulan soal kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) kerap kali ditolak Ahok. Tahun lalu, buruh meminta agar UMP 2015 di DKI Jakarta naik menjadi Rp 3,7 juta. Namun kenyataannya, mantan Bupati Belitung Timur itu mematok UMP tahun ini sebesar Rp 2,7 juta per bulan.
Baca Juga
"Upah terendah PNS nanti Rp 13 juta per bulan, itu buruh masih seperempatnya," kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesai (KSPI) Said Iqbal saat berbincang dengan Liputan6.com, Kamis (5/2/2015).
Advertisement
Untuk itu, buruh menuntut adanya kenaikan upah dengan menggelar sejumlah aksi unjuk rasa. Said menjelaskan, kontribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta, lanjut Said, tidak hanya disumbang dari produktivitas PNS tapi juga pegawai swasta.
Keduanya, menyumbang tingkat produktivitas yang sama. Jika Ahok memutuskan memberikan gaji fantastis ke PNS DKI atas dasar meningkatkan produktivitas, maka hal ini bisa menimbulkan kecemburuan dari para pegawai swasata termasuk kaum buruh.
"Ini kontraproduktif misalnya buruh, karyawan swasta, karyawan bank, dia akan mengatakan buat apa saya kerja serius kalau gaji masih lebih rendah dari PNS yang kinerjanya masih buruk," terang dia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana akan memberikan gaji yang fantastis kepada PNSÂ yang disesuaikan oleh golongan dan jabatannya. Untuk staf biasa penghasilan kotor (take home pay) bisa mencapai Rp 9 juta per bulan dan kepala badan Rp 78 juta.
Ahok bahkan menyebut seorang lurah bisa menerima gaji Rp 33 juta. Ahok bilang, peningkatan gaji itu untuk menghapus honorarium senilai Rp 2,3 triliun dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) 2015. (Ndw)