Liputan6.com, Jakarta - Wacana Rancangan Undang-Undang (RUU) Tembakau masuk dalam Program Regulasi Nasional (prolegnas) DPR mulai menuai kontra.
RUU ini dianggap hanya menguntungkan para produsen rokok dan mendorong maraknya dampak buruk akibat merokok di Indonesia. Salah satu yang menolak RUU Tembakau adalah Komisi Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT).
Komnas PT mempertanyakan dan memprotes keras hal ini karena dianggap dapat meresahkan masyarakat dan memperburuk tingkat kesehatan di masyarakat.
Sebelumnya, Komisi IX DPR juga melihat bahwa RUU Tembakau ini sesungguhnya merupakan titipan para produsen rokok.
Ketua Komisi IX DPR, Dede Yusuf, mengatakan pihaknya belum mengetahui apakah RUU Tembakau akan masuk ke dalam prolegnas 2015-2019. Namun, dia menegaskan, komisi yang dia pimpin tidak memasukannya sebagai prolegnas. "Kalau di komisi saya tolak," ujar dia, Jumat (6/2/2015).
Tapi, kata Dede, bisa saja RUU Tembakau tersebut diusulkan fraksi. Di mana, setiap komisi diberikan jatah dua RUU, sedangkan fraksi diberikan jatah satu RUU dalam prolegnas.
Untuk Komisi IX sendiri, tahun ini mengusulkan dua RUU, yaitu RUU perlindungan pekerja di luar negeri dan RUU Pembinaan, Pengembangan dan Pengawasan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga.
Lalu bagaimana jika fraksi mengusulkan RUU Tembakau dalam prolegnas?
Dede mengatakan, usulan itu akan dibahas di Badan Legislasi (Baleg) lalu dibawa ke paripurna apakah disetujui atau tidak. Dia mengatakan, pihaknya lebih menyetujui RUU Perlindungan Kesehatan dari Bahaya Tembakau. "Intinya kita ingin melindungi masyarakat dari bahaya tembakau," ujarnya.
Saat ditanyakan lebih lanjut mengenai perihal apakah Komisi IX akan menanggapi masuknya RUU Tembakau dalam Prolegnas dengan ikut serta mengusulkan RUU Perlindungan Kesehatan dari Bahaya Tembakau, Dede mengatakan, Komisi IX belum membahas dengan detail hal ini. Usulan RUU ini awalnya dari masyarakat.
Posisi RUU Tembakau yang diperkirakan akan masuk sebagai salah satu prioritas dalam prolegnas disinyalir akibat kuatnya dorongan kepentingan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam industri ini.
Beberapa pihak yang mendukung masuknya RUU ini dalam prolegnas beranggapan bahwa RUU ini berdiri di pihak petani tembakau nasional. Dengan masuknya RUU ini dalam prolegnas, diharapkan dapat memperbaiki dan melestarikan tembakau dilihat dari faktor ekonomi, sosial dan budaya.
Industri rokok dalam hal ini dianggap sebagai pihak yang mendorong dengan kuat RUU ini untuk dapat masuk ke prolegnas dan pada akhirnya disahkan.
Kukuhnya DPR tetap berusaha memasukkan RUU ini dalam agenda prolegnas perlu menjadi pertanyaan, mengingat RUU ini sangat kental dengan lobi politik untuk dapat menguntungkan pihak industri rokok.
Kontroversi akan RUU Tembakau sudah merebak sejak 2013 ketika RUU ini secara tiba-tiba menjadi RUU usulan dalam Prolegnas selama dua tahun berturut-turut.
RUU Tembakau disinyalir merupakan upaya untuk melemahkan peraturan industri rokok yang saat ini sudah diterapkan, yaitu peraturan pemerintah no 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Salah satunya adalah tidak adanya kewajiban untuk mencantumkan peringatan kesehatan dalam bentuk gambar, dimana hal ini sudah dijalankan pabrikan rokok sejak Juni 2014. (Nrm)
Advertisement